Saudaraku yang dirahmati Allah, Bila kita mersa tidak sempurna, kita merasa sangat miskin, atau kita cacat dari segi fisik, atau kita merasa jauh dari kelayakan sebagaimana orang disekitar kita yang serba kecukupan, bergelimang dalam urusan duniawi. Ternyata semua itu tipuan didunia semata. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
( وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى) طه/ 131.
“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal”. (QS. Thaha: 131)
Bahkan tidak ada nilai sedikitpun. Adapun derajat, ladzzat (kenikmatan) ini memang hanya diberikan untuk orang yang susah payah didunia dengan mengingat dan mensyukuri atas kehendak Robb-nya, atas segala kekurangan yang kita rasa. Oleh sebab itu jangan berkecil hati Rosululloh SAW. Bersabda :
مَنْ كَانَتْ الْآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهُ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا مَا قُدِّرَ لَهُ (الترمذي:2389).
Barang siapa yang menjadikan akhirat sebagai tujuan utamanya, maka Allah menjadikan rasa kaya di hatinya, memudahkan urusannya, dan dunia akan mendatanginya dengan cara-cara yang mudah, dan barang siapa yang menjadikan dunia sebagai tujuan utamanya, maka Allah akan menjadikan rasa miskin di pelupuk matanya, mempersulit urusannya dan dunia tidak akan datang kepadanya kecuali yang telah ditakdirkan atasnya [HR. At-Tirmidzi: 2389]
أفلا ترين منة الله عليك بالإسلام ، واختصاصك بهذه النعمة العظيمة التي لا تعدلها نعم الدنيا ، دون أكثر الخلق ؛ فإن أكثر الخلق لا يؤمنون بالله ، ويوم القيامة ( يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى : يَا آدَمُ ! فَيَقُولُ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ فِي يَدَيْكَ . فَيَقُولُ : أَخْرِجْ بَعْثَ النَّارِ ! قَالَ : وَمَا بَعْثُ النَّارِ ؟ قَالَ : مِنْ كُلِّ أَلْفٍ تِسْعَ مِائَةٍ وَتِسْعَةً وَتِسْعِينَ ). رواه البخاري (3099) ومسلم (327) .
tidakkah anda berfikir bahwa karunia Allah kepada anda berupa Islam adalah karunia yang tidak ternilai harganya bila dibanding dengan semua nikmat dunia, padahal di sana juga banyak orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kiamat. “Allah –Ta’ala- berfirman: “Wahai Adam”. Dia menjawab: “Aku datang memenuhi panggilan-Mu, semua kebaikan berada di kedua tangan-Mu”. Dia berkata: “Keluarkanlah mereka yang berhak berada di neraka !, ia menjawab: “Berapa jumlah mereka?”. Dia menjawab: “Setiap 1000 dikeluarkan 999”. [HR. Bukhori 3099, dan Muslim 327].
( إنا جعلنا ما على الأرض زينة لها لنبلوهم أيهم أحسن عملا * وإنا لجاعلون ما عليها صعيدا جرزا ) .
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus”. (QS. Al Kahfi: 7-8).
روى الأوزاعي ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدٍ قَالَ : خَرَجْتُ إِلَى سَاحِلِ الْبَحْرِ مُرَابِطًا وَكَانَ رَابِطُنَا يَوْمَئِذٍ عَرِيشَ مِصْرَ ، قَالَ فَلَمَّا انْتَهَيْتُ إِلَى السَّاحِلِ فَإِذَا أَنَا بِبَطِيحَةٍ [ مكان متسع من الأرض ] ، وَفِي الْبَطِيحَةِ خيمة فِيهَا رجل قد ذهب يَدَاهُ وَرجلَاهُ وَثقل سَمعه وبصره ، وَمَا لَهُ من جارحة تَنْفَعهُ إِلَّا لِسَانه ، وَهُوَ يَقُولُ : اللَّهُمَّ أَوْزِعْنِي أَن أحمدك حمدا أكافىء بِهِ شُكْرَ نِعْمَتِكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ بِهَا عَلَيَّ وَفَضَّلْتَنِي على كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْتَ تَفْضِيلا! قَالَ الأَوْزَاعِيُّ : قَالَ عَبْدُ اللَّهِ : قُلْتُ وَاللَّهِ لآتِيَنَّ هَذَا الرَّجُلَ ، وَلأَسْأَلَنَّهُ أَنَّى لَهُ هَذَا الْكَلامُ ؛ فَهْمٌ أم عِلْمٌ أم إِلْهَامٌ أُلْهِمَ ؟ فَأَتَيْتُ الرَّجُلَ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ ، فَقُلْتُ سَمِعْتُكَ وَأَنْتَ تَقُولُ : اللَّهُمَّ أَوْزِعْنِي أَنْ أحمدك حمدا أكافىء بِهِ شُكْرَ نِعْمَتِكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ بِهَا عَلَيَّ ، وَفَضَّلْتَنِي على كَثِيرٍ من خَلَقْتَ تَفْضِيلا ؛ فَأَيُّ نِعْمَةٍ مِنْ نِعَمِ اللَّهِ عَلَيْكَ تَحْمَدُهُ عَلَيْهَا ؟ وَأَيُّ فَضِيلَةٍ تَفَضَّلَ بِهَا عَلَيْكَ تَشْكُرُهُ عَلَيْهَا ؟
Diriwayatkan oleh Al Auza’i, dari Abdullah bin Muhammad berkata : “Saya pernah singgah di pesisir pantai bersama penjaga perbatasan di daerah sekitar Mesir. Ketika saya menyelesaikan urusan saya, maka saya melewati tanah lapang yang luas, dan menemui sebuah kemah yang di sana ada seorang laki-laki tua yang tidak memiliki kedua tangan dan kakinya, lemah penglihatan dan pendengarannya. Tidak ada yang bermanfaat darinya kecuali lisannya dengan mengatakan :
“Ya Allah, berilah aku ilham untuk tetap memuji-Mu dengan pujian yang menjadi tanda syukur kami pada semua nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan telah Engkau lebihkan aku dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan”. Al Auza’i berkata: Abdullah berkata : “Demi Allah, aku akan mendatangi orang tersebut, dan bertanya dari mana ia dapat doa tersebut, dari pemahaman, ilmu atau ilham yang telah diilhamkan?
Maka saya (Abdullah) mendatangi orang tersebut dan memberi salam kepadanya, dan mengatakan : saya mendengar engkau mengatakan: “Ya Allah, berilah aku ilham untuk tetap memuji-Mu dengan pujian yang menjadi tanda syukur kami pada semua nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan telah Engkau lebihkan aku dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan”. Nikmat yang manakah yang engkau rasakan sampai engkau memuji-Nya?, keutamaan atau kelebihan apakah yang engkau rasakan selama ini hingga engkau mensyukuri-Nya?
قَالَ : وَمَا تَرَى مَا صَنَعَ رَبِّي ؟ وَاللَّهِ لَوْ أَرْسَلَ السَّمَاءَ عَلَيَّ نَارًا فَأَحْرَقَتْنِي ، وَأَمَرَ الْجِبَالَ فَدَمَّرَتْنِي ، وَأَمَرَ الْبِحَارَ فَغَرَّقَتْنِي ، وَأَمَرَ الأَرْضَ فَبَلَعَتْنِي : مَا ازْدَدْتُ لِرَبِّي إِلا شُكْرًا ، لِمَا أَنْعَمَ عَلَيَّ مِنْ لِسَانِي هَذَا! وَلَكِنْ يَا عَبْدَ اللَّهِ : إِذْ أَتَيْتَنِي لِي إِلَيْكَ حَاجَةٌ ! قَدْ تَرَانِي على أَيِّ حَالَةٍ أَنَا ، لَسْتُ أَقْدِرُ لِنَفْسِي على ضُرٍّ وَلا نَفْعٍ ، وَلَقَدْ كَانَ مَعِيَ بُنَيٌّ لِي يَتَعَاهَدُنِي فِي وَقت صَلَاتي فيوضيني ، وَإِذَا جُعْتُ أَطْعَمَنِي ، وَإِذَا عَطِشْتُ سَقَانِي ، وَلَقَدْ فَقَدْتُهُ مُنْذُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فَتَحَسَّسْهُ لِي رَحِمَكَ اللَّهُ ؟! فَقُلْتُ : وَاللَّهِ مَا مَشَى خَلْقٌ فِي حَاجَةِ خَلْقٍ كَانَ أَعْظَمَ عِنْدَ اللَّهِ أَجْرًا مِمَّنْ يَمْشِي فِي حَاجَةِ مِثْلِكَ ؛ فَمَضَيْتُ فِي طَلَبِ الْغُلامِ ، فَمَا مَضَيْتُ غَيْرَ بَعِيدٍ حَتَّى صِرْتُ بَيْنَ كُثْبَانٍ مِنَ الرَّمْلِ ، فَإِذَا أَنَا بِالْغُلامِ قَدِ افْتَرَسَهُ سَبُعٌ وَأَكَلَ لَحْمَهُ ! فَاسْتَرْجَعْتُ وَقُلْتُ : أَنَّى لِي وَجْهٌ رَقِيقٌ آتِيَ بِهِ الرَّجُلَ ؟!
Ia menjawab : “Engkau tentu melihat apa yang Allah berikan kepadaku ?, namun demi Allah, jika seandainya Allah mengirim api dari langit untuk membakarku, dan menyuruh gunung untuk menghancurkanku, atau laut untuk menenggelamkanku, atau bumi untuk menelanku. Hal itu tidak akan mengurangi rasa syukurku kepada-Nya; karena Dia (Allah SWT) telah memberikan nikmat lisanku ini.
Namun wahai hamba Allah, ketika engkau mendatangiku, membuat aku membutuhkan bantuanmu, engkau melihatku dalam keadaan apa adanya dan tidak berdaya. Saya tidak mampu beraktifitas dan mengurus diriku sendiri, dahulu ada anakku yang membantu untuk shalat dan mengambilkan air wudhu, ketika saya lapar ia menyuapiku, kalau saya haus, ia memberiku minum. Saya telah kehilangan dia sejak tiga hari yang lalu, maka tolong carikan ia untukku.
Saya (Abdullah) berkata : “Demi Allah, tidaklah seseorang yang berusaha membantu kebutuhan orang lain lebih besar pahalanya, kecuali ia membantu seseorang yang kondisinya seperti anda, Maka saya mulai mencari anaknya. Tidak lama kemudian, saya menemukannya di balik gundukan pasir, namun ia telah meninggal dunia; karena diterkam binatang buas dan tubuhnya tercabik-cabik, lalu aku beristir’ja’ (mengucapkan innalillah) dan Saya merasa tidak sampai hati untuk membawanya kepada orang tadi.
فَبَيْنَمَا أَنَا مُقْبِلٌ نَحْوَهُ إِذْ خَطَرَ على قَلْبِي ذِكْرُ أَيُّوبَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . فلَمَّا أَتَيْتُهُ سَلَّمْتُ عَلَيْهِ ، فَرَدَّ عَلَيَّ السَّلامَ ، فَقَالَ : أَلَسْتَ بِصَاحِبِي ؟ قُلْتُ : بَلَى ! قَالَ : مَا فَعَلْتَ فِي حَاجَتِي ؟ فَقُلْتُ : أَنْتَ أَكْرَمُ على اللَّهِ أَمْ أَيُّوبُ النَّبِيُّ ؟ قَالَ : بَلْ أَيُّوبُ النَّبِيُّ ! قُلْتُ : هَلْ عَلِمْتَ مَا صَنَعَ بِهِ رَبُّهُ ؟ أَلَيْسَ قَدِ ابْتَلاهُ بِمَالِهِ وَآلِهِ وَوَلَدِهِ ؟ قَالَ : بَلَى ، قُلْتُ : فَكَيْفَ وَجَدَهُ ؟ قَالَ وَجَدَهُ صَابِرًا شَاكِرًا حَامِدًا ! قُلْتُ : لَمْ يَرْضَ مِنْهُ ذَلِكَ حَتَّى أَوْحَشَ مِنْ أَقْرِبَائِهِ وَأَحِبَّائِهِ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، قُلْتُ : فَكَيْفَ وَجَدَهُ رَبُّهُ ؟ قَالَ : وَجَدَهُ صَابِرًا شَاكِرًا حَامِدًا ! قُلْتُ : فَلَمْ يَرْضَ مِنْهُ بِذَلِكَ حَتَّى صَيَّرَهُ عَرَضًا لِمَارِّ الطَّرِيقِ ، هَلْ عَلِمْتَ ؟ قَالَ : نَعَمْ . قُلْتُ : فَكَيْفَ وَجَدَهُ رَبُّهُ ؟ قَالَ صَابِرًا شَاكِرًا حَامِدًا ؛ أَوْجِزْ رَحِمَكَ اللَّهُ ! قُلْتُ لَهُ : إِنَّ الْغُلامَ الَّذِي أَرْسَلْتَنِي فِي طَلَبِهِ وَجَدْتُهُ بَيْنَ كُثْبَانِ الرَّمْلِ ، وَقَدِ افْتَرَسَهُ سَبُعٌ فَأَكَلَ لَحْمَهُ ، فَأَعْظَمَ اللَّهُ لَكَ الأَجْرَ ، وَأَلْهَمَكَ الصَّبْرَ!
Ketika saya menemui orang tersebut, terlintas dalam hati tentang Nabi Ayyub –‘alaihis salam-. Ketika saya sampai dihadapannya saya megucapkan salam. Dia menjawab salam dan berkata: bukankah kamu sahabatku? saya menjawab : “Ya”. Ia berkata : Apakah engkau sudah menemukan anakku? Saya menjawab : “Mana yang lebih mulia, anda atau Nabi Ayub –alaihis salam-?. Orang itu menjawab : “Tentu Nabi Ayyub”.
Saya katakan : “Apakah anda mengetahui apa yang Allah perbuat kepada Nabi Ayyub?, bukankah Allah telah mengujinya dengan harta, keluarga dan anaknya?” Orang itu menjawab : “Ya” Saya lanjutkan bertanya : “Bagaimana sikap beliau?” Orang itu menjawab : “Dia menghadapinya dengan sabar, bersyukur, dan tetap memuji Allah”. Saya tambahkan : “Tidak hanya itu, bahkan ia menyendiri dari keluarga dan orang-orang yang dicintainya”. Orang itu menjawab : “Ya”. Saya tanya : “Bagaimana sikap beliau?” Orang itu menjawab : “Dia menghadapinya dengan sabar, bersyukur, dan tetap memuji Allah”. Saya tambahkan : “Bahkan tidak cukup dengan itu, sampai orang yang lewat merasa terganggu dengannya”, apakah anda mengetahuinya?
Orang itu menjawab : “Ya”. Saya tanyakan : “Bagaimana sikap beliau?.” Orang itu menjawab : “Dia menghadapinya dengan sabar, bersyukur, dan tetap memuji Allah”. Singkat kata. Saya katakan : “Sesungguhnya seorang anak yang engkau menyuruhku untuk mencarinya, saya menadapati anak itu di antara gundukan pasir dengan kondisi tercabik; karena diterkam binatang buas, maka Allah memberimu pahala yang agung, dan memberimu kesabaran”.
فَقَالَ الْمُبْتَلَى : الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَخْلُقْ مِنْ ذُرِّيَّتِي خَلْقًا يَعْصِيهِ فَيُعَذِّبَهُ بِالنَّارِ ، ثُمَّ اسْتَرْجَعَ وَشَهَقَ شَهْقَةً فَمَاتَ ! فَقُلْتُ : إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ، عَظُمَت ْمُصِيبَتِي ؛ رَجُلٌ مِثْلُ هَذَا ، إِنْ تَرَكْتُهُ أَكَلَتْهُ السِّبَاعُ ، وَإِنْ قَعَدْتُ لَمْ أَقْدِرْ على ضُرٍّ وَلا نَفْعٍ ، فَسَجَّيْتُهُ بِشَمْلَةٍ كَانَتْ عَلَيْهِ ، وَقَعَدْتُ عِنْدَ رَأْسِهِ بَاكِيًا . فَبَيْنَمَا أَنَا قَاعِدٌ إِذْ تَهَجَّمَ عَلَيَّ أَرْبَعَةُ رِجَالٍ ، فَقَالُوا : يَا عَبْدَ اللَّهِ مَا حَالُكَ وَمَا قِصَّتُكَ ؟ فَقَصَصْتُ عَلَيْهِمْ قِصَّتِي وَقِصَّتَهُ ، فَقَالُوا لِي : اكْشِفْ لَنَا عَنْ وَجْهِهِ ، فَعَسَى أَنْ نَعْرِفَهُ ! فَكَشَفْتُ عَنْ وَجْهِهِ ، فَانْكَبَّ الْقَوْمُ عَلَيْهِ يُقَبِّلُونَ عَيْنَيْهِ مَرَّةً وَيَدَيْهِ أُخْرَى وَيَقُولُونَ : بِأَبِي عَيْنٌ طَالَ مَا غَضَّتْ عَنْ مَحَارِمِ اللَّهِ ، وَبِأَبِي وَجِسْمُهُ طَالَ مَا كُنْتَ سَاجِدًا وَالنَّاسُ نِيَامٌ ! فَقُلْتُ : مَنْ هَذَا يَرْحَمُكُمُ اللَّهُ ؟ فَقَالُوا : هَذَا أَبُو قِلابة
Orang itu berkata : “Alhamdulillah, segala puji hanya milik-Nya yang tidak menciptakan keturunanku bermaksiat kepadanya; hingga mengadzabnya dengan neraka”. Kemudian ia mengambil nafas dan meninggal dunia. Sesungguhnya kami milik Allah dan akan kembali kepada Allah, sungguh besar musibahku saat ini, orang seperti ini jika aku tinggalkan di sini, ia akan dimakan binatang buas. Jika saya temani saya tidak mampu mengurusnya. Akhirnya aku tutupi dengan selimutnya, dan aku duduk didekat kepalanya dengan menangis. Pada saat saya duduk di sisinya, ada empat orang mendatangiku. Dan berkata: “Ada apa dengan anda?, bisa anda ceritakan?”. Maka aku ceritakan kepada mereka tentang saya dan jenazah di depan saya itu.
Mereka berkata : “Bukalah penutup wajahnya, mungkin kami mengenalinya?. ketika saya buka wajahnya, seraya mereka berempat menciumi kedua mata dan tangan si mayat, dan berkata: Demi Allah, matanya tidak pernah melihat apa yang diharamkan Allah, dan badannya selalu digunakan untuk sujud kepada Allah pada saat manusia tidur”. Saya bertanya pada orang itu: “Siapa orang ini semoga Allah merhmati kalian. Empat orang itu menjawab : “Dia adalah Abu Qilabah al Jirmy sahabat dekat Ibnu Abbas, dia adalah orang yang sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
َ الْجرْمِي صَاحب ابن عَبَّاسٍ ؛ لَقَدْ كَانَ شَدِيدَ الْحُبِّ لِلَّهِ وَلِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ! فَغَسَّلْنَاهُ وَكَفَّنَّاهُ بِأَثْوَابٍ كَانَتْ مَعَنَا ، وَصَلَّيْنَا عَلَيْهِ وَدَفَنَّاهُ ، فَانْصَرَفَ الْقَوْمُ وَانْصَرَفْتُ إِلَى رِبَاطِي ، فَلَمَّا أَنْ جَنَّ عَلَيَّ اللَّيْلُ وَضَعْتُ رَأْسِي ، فَرَأَيْتُهُ فِيمَا يَرَى النَّائِمُ فِي رَوْضَةٍ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ ، وَعَلَيْهِ حُلَّتَانِ مِنْ حُلَلِ الْجَنَّةِ ، وَهُوَ يَتْلُو الْوَحْيَ : ( سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ ) ، فَقُلْتُ : أَلَسْتَ بِصَاحِبِي ؟ قَالَ : بَلَى ! قُلْتُ : أَنَّى لَكَ هَذَا ؟ قَالَ : إِنَّ للَّهِ دَرَجَاتٍ لَا تُنَالُ إِلا بِالصَّبْرِ عِنْدَ الْبَلاءِ ، وَالشُّكْرِ عِنْدَ الرَّخَاءِ ، مَعَ خَشْيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي السِّرِّ وَالْعَلانِيَةِ " . انتهى من "الثقات" لابن حبان (5/3-5) .
Maka kami semua memandikan dan mengkafani dengan beberapa baju kami seadanya, menshalati dan menguburkannya. Maka empat orang tadi berlalu, saya pun kembali kepada rombonganku. Ketika malam tiba dan saya mau tidur, saya melihat dalam mimpi bahwa orang yang meninggal dunia tadi berada di taman dari taman-taman surga dengan mengenakan baju dari surga dengan membaca sebuah ayat al Qur’an : “ (sambil mengucapkan): "Salamun `alaikum bima shabartum". Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu”. (QS. Ar Ra’du: 24).
Saya bertanya pada orang itu : “Bukankah engkau sahabat saya yang kemaren?”. Ia menjawab : “Ya”. Saya bertanya lagi : “Bagaimana engkau bisa mendapatkan ini semua?”. Ia menjawab : “Sesungguhnya Allah memiliki derajat tertentu yang tidak bisa diraihnya kecuali dengan sabar ketika ditimpa musibah, dan bersyukur pada waktu senang disertai rasa takut kepada Allah baik dzahir maupun batin”. [As-Siqat, Ibnu Hibban: juz.5 hal.3-5].
Wahai saudaraku, tidakkah kita merenungkan kisah Abu Qilabah di atas, tidakkah kita melihat pujian dan ridhanya kepada ketentuan Allah?, Tidakkah kita melihat bahwa nikmat Allah yang berupa hidayah al Islam ini adalah jauh lebih berharga dibandingkan dengan hanya kehilangan harta atau anggota tubuh dan anaknya ?, Tidakkah kita melihat bahwa pujian dan rasa syukur kepada Allah Yang Maha Pemberi nikmat itu ada banyak tempat dan derajatnya, dan apakah kita menyadari hal itu?. Allahu Akbar...
Wallahu A’lam.
( وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى) طه/ 131.
“Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya. Dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih kekal”. (QS. Thaha: 131)
Bahkan tidak ada nilai sedikitpun. Adapun derajat, ladzzat (kenikmatan) ini memang hanya diberikan untuk orang yang susah payah didunia dengan mengingat dan mensyukuri atas kehendak Robb-nya, atas segala kekurangan yang kita rasa. Oleh sebab itu jangan berkecil hati Rosululloh SAW. Bersabda :
مَنْ كَانَتْ الْآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتْ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهُ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا مَا قُدِّرَ لَهُ (الترمذي:2389).
Barang siapa yang menjadikan akhirat sebagai tujuan utamanya, maka Allah menjadikan rasa kaya di hatinya, memudahkan urusannya, dan dunia akan mendatanginya dengan cara-cara yang mudah, dan barang siapa yang menjadikan dunia sebagai tujuan utamanya, maka Allah akan menjadikan rasa miskin di pelupuk matanya, mempersulit urusannya dan dunia tidak akan datang kepadanya kecuali yang telah ditakdirkan atasnya [HR. At-Tirmidzi: 2389]
أفلا ترين منة الله عليك بالإسلام ، واختصاصك بهذه النعمة العظيمة التي لا تعدلها نعم الدنيا ، دون أكثر الخلق ؛ فإن أكثر الخلق لا يؤمنون بالله ، ويوم القيامة ( يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى : يَا آدَمُ ! فَيَقُولُ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ فِي يَدَيْكَ . فَيَقُولُ : أَخْرِجْ بَعْثَ النَّارِ ! قَالَ : وَمَا بَعْثُ النَّارِ ؟ قَالَ : مِنْ كُلِّ أَلْفٍ تِسْعَ مِائَةٍ وَتِسْعَةً وَتِسْعِينَ ). رواه البخاري (3099) ومسلم (327) .
tidakkah anda berfikir bahwa karunia Allah kepada anda berupa Islam adalah karunia yang tidak ternilai harganya bila dibanding dengan semua nikmat dunia, padahal di sana juga banyak orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kiamat. “Allah –Ta’ala- berfirman: “Wahai Adam”. Dia menjawab: “Aku datang memenuhi panggilan-Mu, semua kebaikan berada di kedua tangan-Mu”. Dia berkata: “Keluarkanlah mereka yang berhak berada di neraka !, ia menjawab: “Berapa jumlah mereka?”. Dia menjawab: “Setiap 1000 dikeluarkan 999”. [HR. Bukhori 3099, dan Muslim 327].
( إنا جعلنا ما على الأرض زينة لها لنبلوهم أيهم أحسن عملا * وإنا لجاعلون ما عليها صعيدا جرزا ) .
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus”. (QS. Al Kahfi: 7-8).
روى الأوزاعي ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدٍ قَالَ : خَرَجْتُ إِلَى سَاحِلِ الْبَحْرِ مُرَابِطًا وَكَانَ رَابِطُنَا يَوْمَئِذٍ عَرِيشَ مِصْرَ ، قَالَ فَلَمَّا انْتَهَيْتُ إِلَى السَّاحِلِ فَإِذَا أَنَا بِبَطِيحَةٍ [ مكان متسع من الأرض ] ، وَفِي الْبَطِيحَةِ خيمة فِيهَا رجل قد ذهب يَدَاهُ وَرجلَاهُ وَثقل سَمعه وبصره ، وَمَا لَهُ من جارحة تَنْفَعهُ إِلَّا لِسَانه ، وَهُوَ يَقُولُ : اللَّهُمَّ أَوْزِعْنِي أَن أحمدك حمدا أكافىء بِهِ شُكْرَ نِعْمَتِكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ بِهَا عَلَيَّ وَفَضَّلْتَنِي على كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْتَ تَفْضِيلا! قَالَ الأَوْزَاعِيُّ : قَالَ عَبْدُ اللَّهِ : قُلْتُ وَاللَّهِ لآتِيَنَّ هَذَا الرَّجُلَ ، وَلأَسْأَلَنَّهُ أَنَّى لَهُ هَذَا الْكَلامُ ؛ فَهْمٌ أم عِلْمٌ أم إِلْهَامٌ أُلْهِمَ ؟ فَأَتَيْتُ الرَّجُلَ فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ ، فَقُلْتُ سَمِعْتُكَ وَأَنْتَ تَقُولُ : اللَّهُمَّ أَوْزِعْنِي أَنْ أحمدك حمدا أكافىء بِهِ شُكْرَ نِعْمَتِكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ بِهَا عَلَيَّ ، وَفَضَّلْتَنِي على كَثِيرٍ من خَلَقْتَ تَفْضِيلا ؛ فَأَيُّ نِعْمَةٍ مِنْ نِعَمِ اللَّهِ عَلَيْكَ تَحْمَدُهُ عَلَيْهَا ؟ وَأَيُّ فَضِيلَةٍ تَفَضَّلَ بِهَا عَلَيْكَ تَشْكُرُهُ عَلَيْهَا ؟
Diriwayatkan oleh Al Auza’i, dari Abdullah bin Muhammad berkata : “Saya pernah singgah di pesisir pantai bersama penjaga perbatasan di daerah sekitar Mesir. Ketika saya menyelesaikan urusan saya, maka saya melewati tanah lapang yang luas, dan menemui sebuah kemah yang di sana ada seorang laki-laki tua yang tidak memiliki kedua tangan dan kakinya, lemah penglihatan dan pendengarannya. Tidak ada yang bermanfaat darinya kecuali lisannya dengan mengatakan :
“Ya Allah, berilah aku ilham untuk tetap memuji-Mu dengan pujian yang menjadi tanda syukur kami pada semua nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan telah Engkau lebihkan aku dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan”. Al Auza’i berkata: Abdullah berkata : “Demi Allah, aku akan mendatangi orang tersebut, dan bertanya dari mana ia dapat doa tersebut, dari pemahaman, ilmu atau ilham yang telah diilhamkan?
Maka saya (Abdullah) mendatangi orang tersebut dan memberi salam kepadanya, dan mengatakan : saya mendengar engkau mengatakan: “Ya Allah, berilah aku ilham untuk tetap memuji-Mu dengan pujian yang menjadi tanda syukur kami pada semua nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan telah Engkau lebihkan aku dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Engkau ciptakan”. Nikmat yang manakah yang engkau rasakan sampai engkau memuji-Nya?, keutamaan atau kelebihan apakah yang engkau rasakan selama ini hingga engkau mensyukuri-Nya?
قَالَ : وَمَا تَرَى مَا صَنَعَ رَبِّي ؟ وَاللَّهِ لَوْ أَرْسَلَ السَّمَاءَ عَلَيَّ نَارًا فَأَحْرَقَتْنِي ، وَأَمَرَ الْجِبَالَ فَدَمَّرَتْنِي ، وَأَمَرَ الْبِحَارَ فَغَرَّقَتْنِي ، وَأَمَرَ الأَرْضَ فَبَلَعَتْنِي : مَا ازْدَدْتُ لِرَبِّي إِلا شُكْرًا ، لِمَا أَنْعَمَ عَلَيَّ مِنْ لِسَانِي هَذَا! وَلَكِنْ يَا عَبْدَ اللَّهِ : إِذْ أَتَيْتَنِي لِي إِلَيْكَ حَاجَةٌ ! قَدْ تَرَانِي على أَيِّ حَالَةٍ أَنَا ، لَسْتُ أَقْدِرُ لِنَفْسِي على ضُرٍّ وَلا نَفْعٍ ، وَلَقَدْ كَانَ مَعِيَ بُنَيٌّ لِي يَتَعَاهَدُنِي فِي وَقت صَلَاتي فيوضيني ، وَإِذَا جُعْتُ أَطْعَمَنِي ، وَإِذَا عَطِشْتُ سَقَانِي ، وَلَقَدْ فَقَدْتُهُ مُنْذُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فَتَحَسَّسْهُ لِي رَحِمَكَ اللَّهُ ؟! فَقُلْتُ : وَاللَّهِ مَا مَشَى خَلْقٌ فِي حَاجَةِ خَلْقٍ كَانَ أَعْظَمَ عِنْدَ اللَّهِ أَجْرًا مِمَّنْ يَمْشِي فِي حَاجَةِ مِثْلِكَ ؛ فَمَضَيْتُ فِي طَلَبِ الْغُلامِ ، فَمَا مَضَيْتُ غَيْرَ بَعِيدٍ حَتَّى صِرْتُ بَيْنَ كُثْبَانٍ مِنَ الرَّمْلِ ، فَإِذَا أَنَا بِالْغُلامِ قَدِ افْتَرَسَهُ سَبُعٌ وَأَكَلَ لَحْمَهُ ! فَاسْتَرْجَعْتُ وَقُلْتُ : أَنَّى لِي وَجْهٌ رَقِيقٌ آتِيَ بِهِ الرَّجُلَ ؟!
Ia menjawab : “Engkau tentu melihat apa yang Allah berikan kepadaku ?, namun demi Allah, jika seandainya Allah mengirim api dari langit untuk membakarku, dan menyuruh gunung untuk menghancurkanku, atau laut untuk menenggelamkanku, atau bumi untuk menelanku. Hal itu tidak akan mengurangi rasa syukurku kepada-Nya; karena Dia (Allah SWT) telah memberikan nikmat lisanku ini.
Namun wahai hamba Allah, ketika engkau mendatangiku, membuat aku membutuhkan bantuanmu, engkau melihatku dalam keadaan apa adanya dan tidak berdaya. Saya tidak mampu beraktifitas dan mengurus diriku sendiri, dahulu ada anakku yang membantu untuk shalat dan mengambilkan air wudhu, ketika saya lapar ia menyuapiku, kalau saya haus, ia memberiku minum. Saya telah kehilangan dia sejak tiga hari yang lalu, maka tolong carikan ia untukku.
Saya (Abdullah) berkata : “Demi Allah, tidaklah seseorang yang berusaha membantu kebutuhan orang lain lebih besar pahalanya, kecuali ia membantu seseorang yang kondisinya seperti anda, Maka saya mulai mencari anaknya. Tidak lama kemudian, saya menemukannya di balik gundukan pasir, namun ia telah meninggal dunia; karena diterkam binatang buas dan tubuhnya tercabik-cabik, lalu aku beristir’ja’ (mengucapkan innalillah) dan Saya merasa tidak sampai hati untuk membawanya kepada orang tadi.
فَبَيْنَمَا أَنَا مُقْبِلٌ نَحْوَهُ إِذْ خَطَرَ على قَلْبِي ذِكْرُ أَيُّوبَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . فلَمَّا أَتَيْتُهُ سَلَّمْتُ عَلَيْهِ ، فَرَدَّ عَلَيَّ السَّلامَ ، فَقَالَ : أَلَسْتَ بِصَاحِبِي ؟ قُلْتُ : بَلَى ! قَالَ : مَا فَعَلْتَ فِي حَاجَتِي ؟ فَقُلْتُ : أَنْتَ أَكْرَمُ على اللَّهِ أَمْ أَيُّوبُ النَّبِيُّ ؟ قَالَ : بَلْ أَيُّوبُ النَّبِيُّ ! قُلْتُ : هَلْ عَلِمْتَ مَا صَنَعَ بِهِ رَبُّهُ ؟ أَلَيْسَ قَدِ ابْتَلاهُ بِمَالِهِ وَآلِهِ وَوَلَدِهِ ؟ قَالَ : بَلَى ، قُلْتُ : فَكَيْفَ وَجَدَهُ ؟ قَالَ وَجَدَهُ صَابِرًا شَاكِرًا حَامِدًا ! قُلْتُ : لَمْ يَرْضَ مِنْهُ ذَلِكَ حَتَّى أَوْحَشَ مِنْ أَقْرِبَائِهِ وَأَحِبَّائِهِ ؟ قَالَ : نَعَمْ ، قُلْتُ : فَكَيْفَ وَجَدَهُ رَبُّهُ ؟ قَالَ : وَجَدَهُ صَابِرًا شَاكِرًا حَامِدًا ! قُلْتُ : فَلَمْ يَرْضَ مِنْهُ بِذَلِكَ حَتَّى صَيَّرَهُ عَرَضًا لِمَارِّ الطَّرِيقِ ، هَلْ عَلِمْتَ ؟ قَالَ : نَعَمْ . قُلْتُ : فَكَيْفَ وَجَدَهُ رَبُّهُ ؟ قَالَ صَابِرًا شَاكِرًا حَامِدًا ؛ أَوْجِزْ رَحِمَكَ اللَّهُ ! قُلْتُ لَهُ : إِنَّ الْغُلامَ الَّذِي أَرْسَلْتَنِي فِي طَلَبِهِ وَجَدْتُهُ بَيْنَ كُثْبَانِ الرَّمْلِ ، وَقَدِ افْتَرَسَهُ سَبُعٌ فَأَكَلَ لَحْمَهُ ، فَأَعْظَمَ اللَّهُ لَكَ الأَجْرَ ، وَأَلْهَمَكَ الصَّبْرَ!
Ketika saya menemui orang tersebut, terlintas dalam hati tentang Nabi Ayyub –‘alaihis salam-. Ketika saya sampai dihadapannya saya megucapkan salam. Dia menjawab salam dan berkata: bukankah kamu sahabatku? saya menjawab : “Ya”. Ia berkata : Apakah engkau sudah menemukan anakku? Saya menjawab : “Mana yang lebih mulia, anda atau Nabi Ayub –alaihis salam-?. Orang itu menjawab : “Tentu Nabi Ayyub”.
Saya katakan : “Apakah anda mengetahui apa yang Allah perbuat kepada Nabi Ayyub?, bukankah Allah telah mengujinya dengan harta, keluarga dan anaknya?” Orang itu menjawab : “Ya” Saya lanjutkan bertanya : “Bagaimana sikap beliau?” Orang itu menjawab : “Dia menghadapinya dengan sabar, bersyukur, dan tetap memuji Allah”. Saya tambahkan : “Tidak hanya itu, bahkan ia menyendiri dari keluarga dan orang-orang yang dicintainya”. Orang itu menjawab : “Ya”. Saya tanya : “Bagaimana sikap beliau?” Orang itu menjawab : “Dia menghadapinya dengan sabar, bersyukur, dan tetap memuji Allah”. Saya tambahkan : “Bahkan tidak cukup dengan itu, sampai orang yang lewat merasa terganggu dengannya”, apakah anda mengetahuinya?
Orang itu menjawab : “Ya”. Saya tanyakan : “Bagaimana sikap beliau?.” Orang itu menjawab : “Dia menghadapinya dengan sabar, bersyukur, dan tetap memuji Allah”. Singkat kata. Saya katakan : “Sesungguhnya seorang anak yang engkau menyuruhku untuk mencarinya, saya menadapati anak itu di antara gundukan pasir dengan kondisi tercabik; karena diterkam binatang buas, maka Allah memberimu pahala yang agung, dan memberimu kesabaran”.
فَقَالَ الْمُبْتَلَى : الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَخْلُقْ مِنْ ذُرِّيَّتِي خَلْقًا يَعْصِيهِ فَيُعَذِّبَهُ بِالنَّارِ ، ثُمَّ اسْتَرْجَعَ وَشَهَقَ شَهْقَةً فَمَاتَ ! فَقُلْتُ : إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ ، عَظُمَت ْمُصِيبَتِي ؛ رَجُلٌ مِثْلُ هَذَا ، إِنْ تَرَكْتُهُ أَكَلَتْهُ السِّبَاعُ ، وَإِنْ قَعَدْتُ لَمْ أَقْدِرْ على ضُرٍّ وَلا نَفْعٍ ، فَسَجَّيْتُهُ بِشَمْلَةٍ كَانَتْ عَلَيْهِ ، وَقَعَدْتُ عِنْدَ رَأْسِهِ بَاكِيًا . فَبَيْنَمَا أَنَا قَاعِدٌ إِذْ تَهَجَّمَ عَلَيَّ أَرْبَعَةُ رِجَالٍ ، فَقَالُوا : يَا عَبْدَ اللَّهِ مَا حَالُكَ وَمَا قِصَّتُكَ ؟ فَقَصَصْتُ عَلَيْهِمْ قِصَّتِي وَقِصَّتَهُ ، فَقَالُوا لِي : اكْشِفْ لَنَا عَنْ وَجْهِهِ ، فَعَسَى أَنْ نَعْرِفَهُ ! فَكَشَفْتُ عَنْ وَجْهِهِ ، فَانْكَبَّ الْقَوْمُ عَلَيْهِ يُقَبِّلُونَ عَيْنَيْهِ مَرَّةً وَيَدَيْهِ أُخْرَى وَيَقُولُونَ : بِأَبِي عَيْنٌ طَالَ مَا غَضَّتْ عَنْ مَحَارِمِ اللَّهِ ، وَبِأَبِي وَجِسْمُهُ طَالَ مَا كُنْتَ سَاجِدًا وَالنَّاسُ نِيَامٌ ! فَقُلْتُ : مَنْ هَذَا يَرْحَمُكُمُ اللَّهُ ؟ فَقَالُوا : هَذَا أَبُو قِلابة
Orang itu berkata : “Alhamdulillah, segala puji hanya milik-Nya yang tidak menciptakan keturunanku bermaksiat kepadanya; hingga mengadzabnya dengan neraka”. Kemudian ia mengambil nafas dan meninggal dunia. Sesungguhnya kami milik Allah dan akan kembali kepada Allah, sungguh besar musibahku saat ini, orang seperti ini jika aku tinggalkan di sini, ia akan dimakan binatang buas. Jika saya temani saya tidak mampu mengurusnya. Akhirnya aku tutupi dengan selimutnya, dan aku duduk didekat kepalanya dengan menangis. Pada saat saya duduk di sisinya, ada empat orang mendatangiku. Dan berkata: “Ada apa dengan anda?, bisa anda ceritakan?”. Maka aku ceritakan kepada mereka tentang saya dan jenazah di depan saya itu.
Mereka berkata : “Bukalah penutup wajahnya, mungkin kami mengenalinya?. ketika saya buka wajahnya, seraya mereka berempat menciumi kedua mata dan tangan si mayat, dan berkata: Demi Allah, matanya tidak pernah melihat apa yang diharamkan Allah, dan badannya selalu digunakan untuk sujud kepada Allah pada saat manusia tidur”. Saya bertanya pada orang itu: “Siapa orang ini semoga Allah merhmati kalian. Empat orang itu menjawab : “Dia adalah Abu Qilabah al Jirmy sahabat dekat Ibnu Abbas, dia adalah orang yang sangat mencintai Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
َ الْجرْمِي صَاحب ابن عَبَّاسٍ ؛ لَقَدْ كَانَ شَدِيدَ الْحُبِّ لِلَّهِ وَلِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ! فَغَسَّلْنَاهُ وَكَفَّنَّاهُ بِأَثْوَابٍ كَانَتْ مَعَنَا ، وَصَلَّيْنَا عَلَيْهِ وَدَفَنَّاهُ ، فَانْصَرَفَ الْقَوْمُ وَانْصَرَفْتُ إِلَى رِبَاطِي ، فَلَمَّا أَنْ جَنَّ عَلَيَّ اللَّيْلُ وَضَعْتُ رَأْسِي ، فَرَأَيْتُهُ فِيمَا يَرَى النَّائِمُ فِي رَوْضَةٍ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ ، وَعَلَيْهِ حُلَّتَانِ مِنْ حُلَلِ الْجَنَّةِ ، وَهُوَ يَتْلُو الْوَحْيَ : ( سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ ) ، فَقُلْتُ : أَلَسْتَ بِصَاحِبِي ؟ قَالَ : بَلَى ! قُلْتُ : أَنَّى لَكَ هَذَا ؟ قَالَ : إِنَّ للَّهِ دَرَجَاتٍ لَا تُنَالُ إِلا بِالصَّبْرِ عِنْدَ الْبَلاءِ ، وَالشُّكْرِ عِنْدَ الرَّخَاءِ ، مَعَ خَشْيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي السِّرِّ وَالْعَلانِيَةِ " . انتهى من "الثقات" لابن حبان (5/3-5) .
Maka kami semua memandikan dan mengkafani dengan beberapa baju kami seadanya, menshalati dan menguburkannya. Maka empat orang tadi berlalu, saya pun kembali kepada rombonganku. Ketika malam tiba dan saya mau tidur, saya melihat dalam mimpi bahwa orang yang meninggal dunia tadi berada di taman dari taman-taman surga dengan mengenakan baju dari surga dengan membaca sebuah ayat al Qur’an : “ (sambil mengucapkan): "Salamun `alaikum bima shabartum". Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu”. (QS. Ar Ra’du: 24).
Saya bertanya pada orang itu : “Bukankah engkau sahabat saya yang kemaren?”. Ia menjawab : “Ya”. Saya bertanya lagi : “Bagaimana engkau bisa mendapatkan ini semua?”. Ia menjawab : “Sesungguhnya Allah memiliki derajat tertentu yang tidak bisa diraihnya kecuali dengan sabar ketika ditimpa musibah, dan bersyukur pada waktu senang disertai rasa takut kepada Allah baik dzahir maupun batin”. [As-Siqat, Ibnu Hibban: juz.5 hal.3-5].
Wahai saudaraku, tidakkah kita merenungkan kisah Abu Qilabah di atas, tidakkah kita melihat pujian dan ridhanya kepada ketentuan Allah?, Tidakkah kita melihat bahwa nikmat Allah yang berupa hidayah al Islam ini adalah jauh lebih berharga dibandingkan dengan hanya kehilangan harta atau anggota tubuh dan anaknya ?, Tidakkah kita melihat bahwa pujian dan rasa syukur kepada Allah Yang Maha Pemberi nikmat itu ada banyak tempat dan derajatnya, dan apakah kita menyadari hal itu?. Allahu Akbar...
Wallahu A’lam.
Kami sangat ingin memanjakan anda dalam belajar, IQRO.NET sangat membutuhkan saran anda dalam mewujudkan hal itu, Salah satunya adalah kami ingin memberitahukan anda ketika kami update Artikel menggunakan RSS atau menggunakan email, silahkan.
Sengaja banyak catatan yang belum selesai, kami ingin tau seberapa perduli anda kepada ilmu, terutama masalah muamalah, biasanya akan terurai pada kolom komentar.
0 Response to "Tetaplah Tersenyum Wahai Saudaraku"
Post a Comment