Dalam Islam sungguh tidak di kenal Islitah Hak Paten ini. Apa itu Hak Paten? Menurut keturunan Anak Adam A.S jaman sekarang adalah segala bentuk seperti arsitektur, fotografi, sinematografi, terjemahan, tafsir, saduran, database, dll. Dalam banyak contoh di atas minimal kita harus memilah mana yang berhubungan dengan syari’at Islam, dan mana yang tidak membawa fa’idah dalam Islam. Pemilahan seperti ini dilakukan demi membedakan antara karya religi dan material. Memungkinkan untuk kita mengetahui antara orang yang mencari pahala dan orang yang mencari duniawi.
Disini kita lebih fokus terhadap pembahasan masalah Ilmu yang disandarkan dengan Hak Cipta. Hak Paten atau Hak Cipta Dalam Islam sungguh tidak di kenal, istilah ini ada bukan dari kalangan islam. Hak Cipta ini muncul dari orang-orang kafir, karena memang manhaj hidup mereka yang serba materi dan duniawi, ambisi dan populeritas menjadi dewa bagi mereka. Tercatat bahwa wacana ini muncul pertama kali di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten, pada tahun 1470. Caxton, Galileo dan Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu [1], yang menginginkan bahwa setiap karya harus mandapatkan perlindungan dan pengharaga’an materi atas karya yang dihasilkan.
Lalu seiring berkembangnya zaman, manusia dari waktu ke waktu terus berkarya dan berkreasi, membuat Negara-negara muslim akhirnya berpikir untuk mengikuti aturan ini. Mangadopsi undang-undang eropa dalam ketetapan Hak Cipta ini, termasuk Negara kita Indonesia yang mengesahkan tentang Hak Cipta. [UU No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta dalam pasal 12].
Hak Cipta Atau Hak Paten Dalam Pandangan Islam
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاعِنُونَ * إِلا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” [QS. Al-Baqarah : 159-160].
Asy-Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah menjelaskan Ayat diatas :
هذا وعيد شديد لمن كتم ما جاءت به الرسل من الدلالات البينة على المقاصد الصحيحة والهدى النافع للقلوب، من بعد ما بينه الله تعالى لعباده في كتبه التي أنزلها على رسله. قال أبو العالية : نزلتْ في أهل الكتاب، كتموا صفة محمد صلى الله عليه وسلم. ثم أخبر أنهم يلعنهم كلّ شيء على صنيعهم ذلك، فكما أن العالم يستغفر له كل شيء حتى الحوت في الماء والطير في الهواء - فهؤلاء بخلاف العلماء، فيلعنهم اللهُ ويلعنهم اللاعنون.......وجاء في هذه الآية أن كاتم العلم يلعنه الله والملائكة والناس أجمعون. واللاعنون ؤيضاًَ، وهم كل فصيح وأعجمي، إما بلسان المقال أو الحال، أو لو كان له عقل، أو يوم القيامة. والله أعلم. ثم استثى الله تعالى من هؤلاء من تاب إليه فقال : "إلا الذيين تابوا وأصلحوا وبيّنوا" أي : رجعوا عما كانوا فيه وأصلحوا أعمالهم وبينوا الناس ما كانوا كتموه. "فأولئك أتوب عليهم وأنَ التوّاب الرحيم". وفي هذا دلالة على أنّ الداعية إلى كفر أو بدعة أذا تاب إلى الله تاب الله عليه
“Ini merupakan peringatan yang keras bagi orang yang menghalangi apa saja yang diturunkan dengannya para Rasul, berupa ajaran dan petunjuk yang bermanfaat bagi hati, setelah Allah ta’ala terangkan kepada hamba-hamba-Nya sebagaimana tercantum dalam kitab-kitab yang diturunkan kepada para rasul-Nya. Abul-‘Aaliyyah berkata : ‘Ayat ini diturunkan kepada Ahli Kitab yang menyembunyikan dan menghalangi dari sifat Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian Allah pun mengkhabarkan bahwasanya mereka dilaknat oleh segala sesuatu atas perbuatan yang mereka lakukan (menghalangi). Sebagaimana para ulama dimintakan ampun oleh segala sesuatu termasuk ikan yang di air dan burung yang terbang di udara; maka keadaan mereka kebalikan dari para ulama tersebut yang Allah melaknatnya dan segala sesuatu yang bisa melaknat pun melaknatnya. Dan dalam ayat ini juga diterangkan bahwasannya orang yang menyembunyikan atau menghalangi ilmu akan dilaknat oleh Allah, para malaikat, dan seluruh manusia. Kemudian Allah ta’ala mengecualikan dari mereka siapa saja yang bertaubat kepada-Nya.
Allah berfirman : ‘kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran)’ ; yaitu mereka kembali pada kebenaran, memperbaiki amal-amal mereka, serta menerangkan kepada manusia tentang apa yang telah mereka sembunyikan sebelumnya. Firman Allah : ‘maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang’ – dalam ayat ini terdapat pentunjuk bahwa orang yang mengajak pada kekufuran dan perkara baru, apabila bertaubat kepada Allah, maka Dia akan menerima taubatnya. [‘Umdatut-Tafsiir, 1-279-280].
عبد الله بن عمرو : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال من كتم علما ألجمه الله يوم القيامة بلجام من نار
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Barangsiapa yang menyembunyikan (menghalangi) ilmu, niscaya Allah akan mengikatnya dengan tali kekang dari api neraka di hari kiamat kelak” [Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 96, Al-Haakim 1-102, dan Al-Khothiib dalam Taariikh Baghdaad 5-38-39].
عن أبي هريرة قال : إن الناس يقولون أكثر أبو هريرة، ولولا آيتان في كتاب الله ما حدثت حديثا، ثم يتلو: {إن الذين يكتمون ما أنزلنا {من البينات - إلى قوله – الرحيم
Dari Abu Hurairah, ia berkata : “Orang-orang berkata : ‘Abu Hurairah terlalu banyak meriwayatkan hadits’. Jika saja bukan karena dua ayat dalam Kitabullah, niscaya aku tidak akan meriwayatkan hadits”. Kemudian ia (Abu Hurairah) membaca firman Allah : ‘Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan (menghalangi) apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima tobatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang’ (QS. Al-Baqarah : 159-160).” [HR. Bukhari no. 118].
Al-Khoth-Thobiy rahimahullah menjelaskan seperti berikut :
هذا في العلم الذي يلزمه تعليمهُ إياه، ويتعين فرضه عليه، كمن رأى كافراً يريد الإسلام يقول : علمني، ما الإسلام ؟ وكمن يرى رجلاً حديث عهد بالإسلام، لا يُحسن الصلاة، وقد حضر وقتها، يقول : علمني كيف أصلي، وكمن جاء مستقياً في حلال و حرام يقول : أفتوني، وأرشدوني، فإنه يلزم في هذه الأمور أن لا يمنعوا الجواب، فمن فعل كان آثماً مُستحقاً للوعيد، وليس كذلك الأمر في نوافل العلم التي لا ضرورة بالناس إلى معرفتها، والله أعلم.
“Ini berlaku pada ilmu yang harus diajarkan (disebar-luaskan) kepada orang lain yang hukumnya fardlu ‘ain. Seperti halnya seorang yang melihat orang kafir yang ingin masuk Islam dan berkata : ‘Ajarkanlah aku, apa itu Islam ?’. Juga seperti orang yang baru saja masuk Islam yang tidak bagus shalatnya. Saat waktu shalat tiba, ia berkata : ‘Ajarkanlah aku, bagaimana aku melakukan shalat’. Juga seperti seseorang yang datang meminta fatwa dalam perkara halal dan haram. Ia berkata : ‘Berikanlah aku fatwa dan bimbinglah aku’. Barangsiapa yang menemui perkara-perkara seperti ini, hendaklah ia tidak menahan jawaban. Barangsiapa yang menahan jawaban, maka ia berdosa dan layak mendapatkan ancaman. ... Wallaahu a’lam. [Syarhus-Sunnah oleh Al-Baghowi, 1-302, Al-Maktab Al-Islaamiy, Cet. 2/1403].
Beralih pada Qaidah Usul :
الأَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ الدَلِيْلُ عَلَى تَحْرِيْمِهَا
"Pada dasarnya, segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan sampai ada dalil yang mengharamkannya."[al-Sarakhsiy dalam al-Mabsuth, juz II, halaman 151, Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, juz V, halaman 3 dan al-Susiy dalam Syarh Fath al-Qadir, juz VI, halaman 153.]. Berdasarkan Hadist berikut, Ilmu Wajib disebarluaskan tanpa syarat.
العِلْمُ رَحِمٌ بَيْنَ أَهْلِهِ، فَحَيَّ هَلاً بِكَ مُفِيْدَاً وَمُسْتَفِيْدَاً، مُشِيْعَاً لآدَابِ طَالِبِ العِلْمِ وَالهُدَى، مُلازِمَاً لِلأَمَانَةِ العِلْمِيةِ، مُسْتَشْعِرَاً أَنَّ: (الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا بِمَا يَطْلُبُ) [رَوَاهُ الإَمَامُ أَحْمَدُ]، فَهَنِيْئَاً لَكَ سُلُوْكُ هَذَا السَّبِيْلِ؛ (وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ) [رَوَاهُ الإِمَامُ مُسْلِمٌ].
Hak Cipta Atau Hak Paten Dalam UU Negara
Sebagaimana diketahui banyak orang, ketentuan yang berlaku dalam UU No. 19 Tahun 2002 menyatakan “Hak Cipta” adalah hak ‘eksklusif’ yang diberikan kepada pencipta atau penerima hak untuk memperbanyak atau mengumumkan suatu ciptaan yang lahir secara otomatis ketika ciptaan tersebut diwujudkan secara nyata.
Adapun diantara yang melingkupi “Hak Cipta” seperti yang kami kemukakan diatas, adalah pada bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Artinya, setiap ciptaan yang telah diwujudkan secara nyata dan meliputi pada bidang tersebut secara otomatis akan melekat hak ciptanya. UU No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta dalam pasal 12. menyebutkan bahwa ciptaan yang dilindungi hak cipta adalah ciptaan yang meliputi diantaranya :
Buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain, ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim, seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan, arsitektur, peta, seni batik, fotografi, sinematografi, terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Tetapi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk beberapa ciptaan sebagaimana tersebut diatas untuk bisa mendapatkan perlindungan “Hak Cipta”. Adapun syaratnya adalah ciptaan tersebut merupakan ciptaan yang sifatnya baru, original, dan berada pada lingkup ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Sehingga ciptaan yang disebutkan dalam pasal 12 tersebut tetap tidak akan mendapatkan perlindungan hak cipta ketika tidak memenuhi beberapa sifat tersebut.
Namun disisi lain UU No. 19 Tahun 2002 pasal 13 menyebutkan . Secara tegas didalam ketentuan tersebut dinyatakan untuk ciptan-ciptaan seperti : a). Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara. b). Peraturan perundang-undangan. c). Pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah. d). Putusan pengadilan dan penetapan hakim. dan e). Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
Dari ketentuan ini sangatlah jelas bahwa tidak semua ciptaan dalam bidang seni,sastra dan ilmu pengetahuan mengandung hak cipta. UU No. 19 Tahun 2002 sendiri telah memberikan pembatasan sebagaimana yang diatur di dalam ketentuan Pasal 13 di atas, di mana terdapat ciptaan-ciptaan yang ditetapkan tidak ada hak ciptanya. Selain itu juga ada bebrapa satrat yang harus dipenuhi agar ciptaan tersebut mendapatkan perlindungan sebagaiaman disebutkan diatas.
Sehingga konsekuensi hukum dari tidak adanya ‘Hak Cipta’ pada ciptaan-ciptaan tersebut setiap orang dapat secara bebas menggunakan ciptaan tersebut tanpa harus memperhatikan hak moral dan hak ekonomi yang terdapat dalam ciptaan tersebut. Demikian penguraian masalah Hak Cipta atau Hak Paten yang sah di negara kita Indonesia. Namun apabila penjelasan ini dirasa masih kurang cukup mencerahkan anda, silahkan datang langsung ke kantor[2] Ada badan hukum siap menjawab petanyaan anda.
Kesimpulan
Menyikapi dari dua pembahasan di atas berdasarkan Hadits yang shoheh tidak ada hak paten atau hak cipta dalam islam justru menyebar-luaskan hukumnya fardlu ‘ain sebagaiman yang di sampaikan Al-Khoth-Thobi di atas. Dan Islam dengan hujjah yang tegas Allah SWT memberikan ancaman untuk orang yang menghalangi penyebaran Ilmu, adapun bentuk menghalangi adalah dengan cara mengatakan “Silahkan di sebar luaskan tetapi dengan syarat...!”. Bagaiamana ini bisa di terima sedangkan Allah dan Rasulnya saja tidak memberikan syarat dalam menyebarkan Ilmu?
Seperti contoh Imam Al-Qurthubiy, Imam Baghawi, Ibn Hajar As-Qalani, Imam Madzhab Empat, Ibn Hajar Al-Haitami, Imam Bukhori dan Muslim dll. Beliau adalah para ahli Ilmu sekaligus yang memiliki karya ilmiyah, tidak ada memberikan syarat bagi siapa saja yang mau menukil karya beliau harus menjelaskan siapa dan dimana rumah beliau. Seandainya beliau para Imam memperjuangkan “Hak Karya” atau “Hak Paten” kepada penggunanya, kepada percetakan, kepada yang menyebar-luaskan karya-nya, tentu saja beliau akan bergelimangan material (duniawi). Tetapi beliau tidak demikian, para Imam adalah orang yang tunduk kepada Agama sehingga memang ridlo Allah yang diharapkan.
Biarkan sajalah... setidaknya kita menemukan beberapa kesimpulan masalah ini, memang Ada 3 tanda bagi orang mengerti Ilmu yang ingin mencari kebahagiaan akhirat, diantaranya : (1) Ia tidak mencari kesenangan dunia dengan ilmunya. (2) Kesibukannya dalam ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan kebahagiaan akhirat, sehingga ia memperhatikan ilmu yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki batin dan hatinya. (3) Ia menyandarkan ilmunya pada taklid (mengikuti) kepada pemilik Syariat yaitu Nabi Muhammad SAW, dalam ucapan dan perbuatannya. [Ihya’ Ulumuddin karya Imam Al-Ggozali].
Begitu juga sebaliknya, ada 3 tanda bagi orang mengerti Ilmu yang ingin mencari kebahagiaan dunia dengan menunggangi Agama, diantaranya : (1) Ia berbicara masalah hukum agama tetapi populeritas yang tersimpan didalam kepalanya. (2) kesibukan mencari simpatis agar orang lain menggap ia sangat mengerti Ilmu, sehingga JAH (pangkat) ia tinggi-tinggi-kan sendiri. Hakikatnya orang semacam ini direndahkan Allah SWT. (3) bila nasehat telah datang ke-padanya Ia akan sibuk mencari dalil (petunjuk) untuk membenarkan pendapatnya. [oleh Syeikh Ahmad as-Suhaimi].
Maka semuanya kembali kepada kita, apakah kita lebih patuh terhadap Agama, ataukah kita lebih mengikuti Undang-undang yang dibuat oleh orang barat. Sebuah karya tulis yang ber-Tema Islami apabila disandarkan kepada Hak Cipta, Hak Paten, bisa di pastikan bahwa penulisnya bertujuan dan menghadap kepada duniawi semata. Dengan kata lain Agama akan menjadi nilai dagang yang mahal baginya. Walaupu bila kita merujuk pada UU Negara diatas, sesungguhnya ia tidak mendapat perlindungan dari Negara, perlindungan itu hanya anggapan mereka saja yang kurang memahami Hukum pemerintah.
Tuntutan
Pertimbangkan lagi sebelum anda melangkah berteriak-teriak masalah “Hak Paten” atau “Hak Cipta”. Apakah anda sudah merasa cukup harta untuk ‘Mau menuntut’ orang lain yang menyebarkan yang katanya karya anda?. Karena bila yang anda tuntut ternyata lebih banyak harta daripada anda, maka hukum bisa berbalik, Justru anda yang akan terjerat Hukum dan akhirnya anda yang masuk penjara... Ada sudah siap untuk bermain Hukum?
Tetapi ada perlindungan bagi seorang yang berhati miskin dan merasa kaya Intelektual, maximal mereka minta pertolongan pada orang “kafir” yang mempunyai perusahaan dalam dunia internet, yaitu situs DMCA [3]. Situs ini biasanya di gunakan untuk pelaporan bagi orang-orang yang tidak mampu atau tidak memiliki modal untuk beranjak ke-Meja Hijau. Langkah ini biasa digunakan untuk orang yang berambisi populeritas (dunia semata), bukan mencari ridlo tuhannya (Allah SWT).
Penutup : Mudah-mudahan kita di jauhkan dari sikap yang memprihatinkan seperti itu, kita selalu di beri keimanan yang kuat sehingga dalam menulis sebuah catatan yang menyangkut Ilmu Agama kita hanya mencari Ridlo Allah SWT saja, tidak terbujuk seperti mereka yang pandangannya di alihkan syaitan kepada duniawi semata. Dan mudah-mudahan kita selalu menjadi orang yang tunduk kepada hukum yang ditetapkan syari’at Allah, dan di jauhkan meminta pertolongan kepada orang kafir, Naudzubillah stumma Na’udzubillah.
Wallahu A’lam
--------------------------------------------------------------------
[1] Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di jaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta. Pelajari Sendiri disini [www.copyright.gov/] [www.copyright.com/] atau juga [https://www.copyrightsworld.com/].
[2] Kantor Pusat HKI FH UII. Universitas Islam Indonesia Jalan Lawu no. 1 Kota Baru Yogyakarta, 55151. Lebih lengkapnya lihat disini [http://pusathki.uii.ac.id/profile-pusat-hki.html]
[3] DMCA Protection & Takedown Services [www.dmca.com/]
Disini kita lebih fokus terhadap pembahasan masalah Ilmu yang disandarkan dengan Hak Cipta. Hak Paten atau Hak Cipta Dalam Islam sungguh tidak di kenal, istilah ini ada bukan dari kalangan islam. Hak Cipta ini muncul dari orang-orang kafir, karena memang manhaj hidup mereka yang serba materi dan duniawi, ambisi dan populeritas menjadi dewa bagi mereka. Tercatat bahwa wacana ini muncul pertama kali di Venice, Italia yang menyangkut masalah paten, pada tahun 1470. Caxton, Galileo dan Guttenberg tercatat sebagai penemu-penemu [1], yang menginginkan bahwa setiap karya harus mandapatkan perlindungan dan pengharaga’an materi atas karya yang dihasilkan.
Lalu seiring berkembangnya zaman, manusia dari waktu ke waktu terus berkarya dan berkreasi, membuat Negara-negara muslim akhirnya berpikir untuk mengikuti aturan ini. Mangadopsi undang-undang eropa dalam ketetapan Hak Cipta ini, termasuk Negara kita Indonesia yang mengesahkan tentang Hak Cipta. [UU No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta dalam pasal 12].
Hak Cipta Atau Hak Paten Dalam Pandangan Islam
إِنَّ الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِنْ بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللَّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللاعِنُونَ * إِلا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَبَيَّنُوا فَأُولَئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ وَأَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيمُ
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” [QS. Al-Baqarah : 159-160].
Asy-Syaikh Ahmad Syakir rahimahullah menjelaskan Ayat diatas :
هذا وعيد شديد لمن كتم ما جاءت به الرسل من الدلالات البينة على المقاصد الصحيحة والهدى النافع للقلوب، من بعد ما بينه الله تعالى لعباده في كتبه التي أنزلها على رسله. قال أبو العالية : نزلتْ في أهل الكتاب، كتموا صفة محمد صلى الله عليه وسلم. ثم أخبر أنهم يلعنهم كلّ شيء على صنيعهم ذلك، فكما أن العالم يستغفر له كل شيء حتى الحوت في الماء والطير في الهواء - فهؤلاء بخلاف العلماء، فيلعنهم اللهُ ويلعنهم اللاعنون.......وجاء في هذه الآية أن كاتم العلم يلعنه الله والملائكة والناس أجمعون. واللاعنون ؤيضاًَ، وهم كل فصيح وأعجمي، إما بلسان المقال أو الحال، أو لو كان له عقل، أو يوم القيامة. والله أعلم. ثم استثى الله تعالى من هؤلاء من تاب إليه فقال : "إلا الذيين تابوا وأصلحوا وبيّنوا" أي : رجعوا عما كانوا فيه وأصلحوا أعمالهم وبينوا الناس ما كانوا كتموه. "فأولئك أتوب عليهم وأنَ التوّاب الرحيم". وفي هذا دلالة على أنّ الداعية إلى كفر أو بدعة أذا تاب إلى الله تاب الله عليه
“Ini merupakan peringatan yang keras bagi orang yang menghalangi apa saja yang diturunkan dengannya para Rasul, berupa ajaran dan petunjuk yang bermanfaat bagi hati, setelah Allah ta’ala terangkan kepada hamba-hamba-Nya sebagaimana tercantum dalam kitab-kitab yang diturunkan kepada para rasul-Nya. Abul-‘Aaliyyah berkata : ‘Ayat ini diturunkan kepada Ahli Kitab yang menyembunyikan dan menghalangi dari sifat Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian Allah pun mengkhabarkan bahwasanya mereka dilaknat oleh segala sesuatu atas perbuatan yang mereka lakukan (menghalangi). Sebagaimana para ulama dimintakan ampun oleh segala sesuatu termasuk ikan yang di air dan burung yang terbang di udara; maka keadaan mereka kebalikan dari para ulama tersebut yang Allah melaknatnya dan segala sesuatu yang bisa melaknat pun melaknatnya. Dan dalam ayat ini juga diterangkan bahwasannya orang yang menyembunyikan atau menghalangi ilmu akan dilaknat oleh Allah, para malaikat, dan seluruh manusia. Kemudian Allah ta’ala mengecualikan dari mereka siapa saja yang bertaubat kepada-Nya.
Allah berfirman : ‘kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran)’ ; yaitu mereka kembali pada kebenaran, memperbaiki amal-amal mereka, serta menerangkan kepada manusia tentang apa yang telah mereka sembunyikan sebelumnya. Firman Allah : ‘maka terhadap mereka itu Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang’ – dalam ayat ini terdapat pentunjuk bahwa orang yang mengajak pada kekufuran dan perkara baru, apabila bertaubat kepada Allah, maka Dia akan menerima taubatnya. [‘Umdatut-Tafsiir, 1-279-280].
عبد الله بن عمرو : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال من كتم علما ألجمه الله يوم القيامة بلجام من نار
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Barangsiapa yang menyembunyikan (menghalangi) ilmu, niscaya Allah akan mengikatnya dengan tali kekang dari api neraka di hari kiamat kelak” [Diriwayatkan oleh Ibnu Hibbaan no. 96, Al-Haakim 1-102, dan Al-Khothiib dalam Taariikh Baghdaad 5-38-39].
عن أبي هريرة قال : إن الناس يقولون أكثر أبو هريرة، ولولا آيتان في كتاب الله ما حدثت حديثا، ثم يتلو: {إن الذين يكتمون ما أنزلنا {من البينات - إلى قوله – الرحيم
Dari Abu Hurairah, ia berkata : “Orang-orang berkata : ‘Abu Hurairah terlalu banyak meriwayatkan hadits’. Jika saja bukan karena dua ayat dalam Kitabullah, niscaya aku tidak akan meriwayatkan hadits”. Kemudian ia (Abu Hurairah) membaca firman Allah : ‘Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan (menghalangi) apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima tobatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang’ (QS. Al-Baqarah : 159-160).” [HR. Bukhari no. 118].
Al-Khoth-Thobiy rahimahullah menjelaskan seperti berikut :
هذا في العلم الذي يلزمه تعليمهُ إياه، ويتعين فرضه عليه، كمن رأى كافراً يريد الإسلام يقول : علمني، ما الإسلام ؟ وكمن يرى رجلاً حديث عهد بالإسلام، لا يُحسن الصلاة، وقد حضر وقتها، يقول : علمني كيف أصلي، وكمن جاء مستقياً في حلال و حرام يقول : أفتوني، وأرشدوني، فإنه يلزم في هذه الأمور أن لا يمنعوا الجواب، فمن فعل كان آثماً مُستحقاً للوعيد، وليس كذلك الأمر في نوافل العلم التي لا ضرورة بالناس إلى معرفتها، والله أعلم.
“Ini berlaku pada ilmu yang harus diajarkan (disebar-luaskan) kepada orang lain yang hukumnya fardlu ‘ain. Seperti halnya seorang yang melihat orang kafir yang ingin masuk Islam dan berkata : ‘Ajarkanlah aku, apa itu Islam ?’. Juga seperti orang yang baru saja masuk Islam yang tidak bagus shalatnya. Saat waktu shalat tiba, ia berkata : ‘Ajarkanlah aku, bagaimana aku melakukan shalat’. Juga seperti seseorang yang datang meminta fatwa dalam perkara halal dan haram. Ia berkata : ‘Berikanlah aku fatwa dan bimbinglah aku’. Barangsiapa yang menemui perkara-perkara seperti ini, hendaklah ia tidak menahan jawaban. Barangsiapa yang menahan jawaban, maka ia berdosa dan layak mendapatkan ancaman. ... Wallaahu a’lam. [Syarhus-Sunnah oleh Al-Baghowi, 1-302, Al-Maktab Al-Islaamiy, Cet. 2/1403].
Beralih pada Qaidah Usul :
الأَصْلُ فِى الْمُعَامَلاَتِ اْلإِبَاحَةُ إِلاَّ أَنْ يَدُلَّ الدَلِيْلُ عَلَى تَحْرِيْمِهَا
"Pada dasarnya, segala sesuatu dalam muamalah boleh dilakukan sampai ada dalil yang mengharamkannya."[al-Sarakhsiy dalam al-Mabsuth, juz II, halaman 151, Ibnu Qudamah dalam al-Mughni, juz V, halaman 3 dan al-Susiy dalam Syarh Fath al-Qadir, juz VI, halaman 153.]. Berdasarkan Hadist berikut, Ilmu Wajib disebarluaskan tanpa syarat.
العِلْمُ رَحِمٌ بَيْنَ أَهْلِهِ، فَحَيَّ هَلاً بِكَ مُفِيْدَاً وَمُسْتَفِيْدَاً، مُشِيْعَاً لآدَابِ طَالِبِ العِلْمِ وَالهُدَى، مُلازِمَاً لِلأَمَانَةِ العِلْمِيةِ، مُسْتَشْعِرَاً أَنَّ: (الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رِضًا بِمَا يَطْلُبُ) [رَوَاهُ الإَمَامُ أَحْمَدُ]، فَهَنِيْئَاً لَكَ سُلُوْكُ هَذَا السَّبِيْلِ؛ (وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ) [رَوَاهُ الإِمَامُ مُسْلِمٌ].
Hak Cipta Atau Hak Paten Dalam UU Negara
Sebagaimana diketahui banyak orang, ketentuan yang berlaku dalam UU No. 19 Tahun 2002 menyatakan “Hak Cipta” adalah hak ‘eksklusif’ yang diberikan kepada pencipta atau penerima hak untuk memperbanyak atau mengumumkan suatu ciptaan yang lahir secara otomatis ketika ciptaan tersebut diwujudkan secara nyata.
Adapun diantara yang melingkupi “Hak Cipta” seperti yang kami kemukakan diatas, adalah pada bidang seni, sastra dan ilmu pengetahuan. Artinya, setiap ciptaan yang telah diwujudkan secara nyata dan meliputi pada bidang tersebut secara otomatis akan melekat hak ciptanya. UU No. 19 Tahun 2002 tentang hak cipta dalam pasal 12. menyebutkan bahwa ciptaan yang dilindungi hak cipta adalah ciptaan yang meliputi diantaranya :
Buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain, ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim, seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan, arsitektur, peta, seni batik, fotografi, sinematografi, terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Tetapi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk beberapa ciptaan sebagaimana tersebut diatas untuk bisa mendapatkan perlindungan “Hak Cipta”. Adapun syaratnya adalah ciptaan tersebut merupakan ciptaan yang sifatnya baru, original, dan berada pada lingkup ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Sehingga ciptaan yang disebutkan dalam pasal 12 tersebut tetap tidak akan mendapatkan perlindungan hak cipta ketika tidak memenuhi beberapa sifat tersebut.
Namun disisi lain UU No. 19 Tahun 2002 pasal 13 menyebutkan . Secara tegas didalam ketentuan tersebut dinyatakan untuk ciptan-ciptaan seperti : a). Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga negara. b). Peraturan perundang-undangan. c). Pidato kenegaraan atau pidato pejabat pemerintah. d). Putusan pengadilan dan penetapan hakim. dan e). Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
Dari ketentuan ini sangatlah jelas bahwa tidak semua ciptaan dalam bidang seni,sastra dan ilmu pengetahuan mengandung hak cipta. UU No. 19 Tahun 2002 sendiri telah memberikan pembatasan sebagaimana yang diatur di dalam ketentuan Pasal 13 di atas, di mana terdapat ciptaan-ciptaan yang ditetapkan tidak ada hak ciptanya. Selain itu juga ada bebrapa satrat yang harus dipenuhi agar ciptaan tersebut mendapatkan perlindungan sebagaiaman disebutkan diatas.
Sehingga konsekuensi hukum dari tidak adanya ‘Hak Cipta’ pada ciptaan-ciptaan tersebut setiap orang dapat secara bebas menggunakan ciptaan tersebut tanpa harus memperhatikan hak moral dan hak ekonomi yang terdapat dalam ciptaan tersebut. Demikian penguraian masalah Hak Cipta atau Hak Paten yang sah di negara kita Indonesia. Namun apabila penjelasan ini dirasa masih kurang cukup mencerahkan anda, silahkan datang langsung ke kantor[2] Ada badan hukum siap menjawab petanyaan anda.
Kesimpulan
Menyikapi dari dua pembahasan di atas berdasarkan Hadits yang shoheh tidak ada hak paten atau hak cipta dalam islam justru menyebar-luaskan hukumnya fardlu ‘ain sebagaiman yang di sampaikan Al-Khoth-Thobi di atas. Dan Islam dengan hujjah yang tegas Allah SWT memberikan ancaman untuk orang yang menghalangi penyebaran Ilmu, adapun bentuk menghalangi adalah dengan cara mengatakan “Silahkan di sebar luaskan tetapi dengan syarat...!”. Bagaiamana ini bisa di terima sedangkan Allah dan Rasulnya saja tidak memberikan syarat dalam menyebarkan Ilmu?
Seperti contoh Imam Al-Qurthubiy, Imam Baghawi, Ibn Hajar As-Qalani, Imam Madzhab Empat, Ibn Hajar Al-Haitami, Imam Bukhori dan Muslim dll. Beliau adalah para ahli Ilmu sekaligus yang memiliki karya ilmiyah, tidak ada memberikan syarat bagi siapa saja yang mau menukil karya beliau harus menjelaskan siapa dan dimana rumah beliau. Seandainya beliau para Imam memperjuangkan “Hak Karya” atau “Hak Paten” kepada penggunanya, kepada percetakan, kepada yang menyebar-luaskan karya-nya, tentu saja beliau akan bergelimangan material (duniawi). Tetapi beliau tidak demikian, para Imam adalah orang yang tunduk kepada Agama sehingga memang ridlo Allah yang diharapkan.
Biarkan sajalah... setidaknya kita menemukan beberapa kesimpulan masalah ini, memang Ada 3 tanda bagi orang mengerti Ilmu yang ingin mencari kebahagiaan akhirat, diantaranya : (1) Ia tidak mencari kesenangan dunia dengan ilmunya. (2) Kesibukannya dalam ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan kebahagiaan akhirat, sehingga ia memperhatikan ilmu yang dapat dipergunakan untuk memperbaiki batin dan hatinya. (3) Ia menyandarkan ilmunya pada taklid (mengikuti) kepada pemilik Syariat yaitu Nabi Muhammad SAW, dalam ucapan dan perbuatannya. [Ihya’ Ulumuddin karya Imam Al-Ggozali].
Begitu juga sebaliknya, ada 3 tanda bagi orang mengerti Ilmu yang ingin mencari kebahagiaan dunia dengan menunggangi Agama, diantaranya : (1) Ia berbicara masalah hukum agama tetapi populeritas yang tersimpan didalam kepalanya. (2) kesibukan mencari simpatis agar orang lain menggap ia sangat mengerti Ilmu, sehingga JAH (pangkat) ia tinggi-tinggi-kan sendiri. Hakikatnya orang semacam ini direndahkan Allah SWT. (3) bila nasehat telah datang ke-padanya Ia akan sibuk mencari dalil (petunjuk) untuk membenarkan pendapatnya. [oleh Syeikh Ahmad as-Suhaimi].
Maka semuanya kembali kepada kita, apakah kita lebih patuh terhadap Agama, ataukah kita lebih mengikuti Undang-undang yang dibuat oleh orang barat. Sebuah karya tulis yang ber-Tema Islami apabila disandarkan kepada Hak Cipta, Hak Paten, bisa di pastikan bahwa penulisnya bertujuan dan menghadap kepada duniawi semata. Dengan kata lain Agama akan menjadi nilai dagang yang mahal baginya. Walaupu bila kita merujuk pada UU Negara diatas, sesungguhnya ia tidak mendapat perlindungan dari Negara, perlindungan itu hanya anggapan mereka saja yang kurang memahami Hukum pemerintah.
Tuntutan
Pertimbangkan lagi sebelum anda melangkah berteriak-teriak masalah “Hak Paten” atau “Hak Cipta”. Apakah anda sudah merasa cukup harta untuk ‘Mau menuntut’ orang lain yang menyebarkan yang katanya karya anda?. Karena bila yang anda tuntut ternyata lebih banyak harta daripada anda, maka hukum bisa berbalik, Justru anda yang akan terjerat Hukum dan akhirnya anda yang masuk penjara... Ada sudah siap untuk bermain Hukum?
Tetapi ada perlindungan bagi seorang yang berhati miskin dan merasa kaya Intelektual, maximal mereka minta pertolongan pada orang “kafir” yang mempunyai perusahaan dalam dunia internet, yaitu situs DMCA [3]. Situs ini biasanya di gunakan untuk pelaporan bagi orang-orang yang tidak mampu atau tidak memiliki modal untuk beranjak ke-Meja Hijau. Langkah ini biasa digunakan untuk orang yang berambisi populeritas (dunia semata), bukan mencari ridlo tuhannya (Allah SWT).
Penutup : Mudah-mudahan kita di jauhkan dari sikap yang memprihatinkan seperti itu, kita selalu di beri keimanan yang kuat sehingga dalam menulis sebuah catatan yang menyangkut Ilmu Agama kita hanya mencari Ridlo Allah SWT saja, tidak terbujuk seperti mereka yang pandangannya di alihkan syaitan kepada duniawi semata. Dan mudah-mudahan kita selalu menjadi orang yang tunduk kepada hukum yang ditetapkan syari’at Allah, dan di jauhkan meminta pertolongan kepada orang kafir, Naudzubillah stumma Na’udzubillah.
Wallahu A’lam
--------------------------------------------------------------------
[1] Hukum-hukum tentang paten tersebut kemudian diadopsi oleh kerajaan Inggris di jaman TUDOR tahun 1500-an dan kemudian lahir hukum mengenai paten pertama di Inggris yaitu Statute of Monopolies (1623). Amerika Serikat baru mempunyai undang-undang paten tahun 1791. Upaya harmonisasi dalam bidang HaKI pertama kali terjadi tahun 1883 dengan lahirnya Paris Convention untuk masalah paten, merek dagang dan desain. Kemudian Berne Convention 1886 untuk masalah copyright atau hak cipta. Pelajari Sendiri disini [www.copyright.gov/] [www.copyright.com/] atau juga [https://www.copyrightsworld.com/].
[2] Kantor Pusat HKI FH UII. Universitas Islam Indonesia Jalan Lawu no. 1 Kota Baru Yogyakarta, 55151. Lebih lengkapnya lihat disini [http://pusathki.uii.ac.id/profile-pusat-hki.html]
[3] DMCA Protection & Takedown Services [www.dmca.com/]
Kami sangat ingin memanjakan anda dalam belajar, IQRO.NET sangat membutuhkan saran anda dalam mewujudkan hal itu, Salah satunya adalah kami ingin memberitahukan anda ketika kami update Artikel menggunakan RSS atau menggunakan email, silahkan.
Sengaja banyak catatan yang belum selesai, kami ingin tau seberapa perduli anda kepada ilmu, terutama masalah muamalah, biasanya akan terurai pada kolom komentar.
0 Response to "Apakah Ada Hak Paten Dalam Islam?"
Post a Comment