Pertanya’an “Hukum Memotong Kuku Atau Rambut Sa’at Haidl” ini adalah pertanya’an dari Ukhti “.....” (ma’af kami belum izin menampilkan nama) kepada beliau, inti dari pertanya’an adalah : bagaimana hukum memotong kuku atau anggota yang lainnya di sa’at kita dalam masa “Haidl”?. Ini merupakan pembahasan yang cukup klasik di kalangan Akhwat ( saudari kita perempuan), tetapi pembahasan ini juga tidak luput dari ijtihad para ahli Fikh sejak dahulu. Mari kita bahas perlahan masalah pertanya’an di atas.
Adapun jawaban masalah “Hukum Memotong Kuku Atau Rambut Sa’at Haidl” ini terjadi Khilafiyah di tengah para Ulama, tugas kami hanya menyampaikan apa yang telah ulama uraikan dalam syari’at Islam, dan perkara ini hukum memotong kuku atau apa saja waktu haid Ulama berselisih pendapat, ada yang berpendapat “Boleh” adapula yang berpendapat “Tidak Boleh”. Lalu apa alasan beliau semua ( Apa alasan Ulama yang “Membolehkan” dan Apa alasa Ulama yang “Tidak Membolehkan”? Mari kita Urai biar anda semua memahami masalah ini “Hukum Memotong Kuku Atau Rambut Sa’at Haidl”.
Sebagian Ulama membolehkan masalah ini berdasarkan hadist Nabi SAW dalam peristiwa yang terjadi pada Sayyidah Aisyah Radlianllahu Anha saat Aisyah haid waktu haji wada'. Riwayat dari Imam Bukhari dan Imam Muslim menyatakan :
اخَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ فَأَهْلَلْنَا بِعُمْرَةٍ ، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " مَنْ كَانَ مَعَهُ هَدْيٌ فَلْيُهِلَّ بِالْحَجِّ مَعَ الْعُمْرَةِ ، ثُمَّ لا يُحِلَّ حَتَّى يُتِمَّهُمَا جَمِيعًا قَالَتْ : فَقَدِمْتُ مَكَّةَ وَأَنَا حَائِضٌ فَلَمْ أَطُفْ بِالْبَيْتِ وَلا بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ ، فَشَكَوْتُ ذَلِكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ : " انْقُضِي رَأْسَكِ وَامْتَشِطِي وَأَهِلِّي بِالْحَجِّ وَدَعِي الْعُمْرَةَ
Dari 'Urwah bin Az Zubair dari 'Aisyah radliallahu 'anha, isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Kami keluar bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam saat hajji wada' lalu kami berihram untuk 'umrah. Maka aku tiba di Makkah sedang aku dalam keadaan mengalami haidh sehinga aku tidak melakukan thowaf di Baitulloh dan juga tidak melakuka sa'iy antara bukit Ash-Shafa dan Al Marwah. Lalu aku adukan kondisiku itu kepada Nabi Shallallahu'alaihiwasallam. Maka Beliau bersabda: "Uraikanlah rambutmu dan sisirlah dan berihramlah untuk hajji dan tinggalkan 'umrah". Maka kemudian aku laksanakan.[Bukhari No.1530,- No.4044, Muslim No.2108,- No.2110, Abu Daud No.1517, Ahmad No.24143,- No.24269, Malik No.820].
وَقَالَ عَطَاءٌ : يَحْتَجِمُ الْجُنُبُ ، وَيُقَلِّمُ أَظْفَارَهُ ، وَيَحْلِقُ رَأْسَهُ ، وَإِنْ لَمْ يَتَوَضَّأْ وَمَا حَكاهُ عَنْ عَطَاءٍ ، مَعْنَاهُ : أَنَّ الْجُنُبَ لَا يُكْرَهُ لَهُ الْأَخْذُ مِنْ شَعَرِهِ وَظُفْرِهِ فِيْ حَالِ جَنَابَتِهِ ، وَلَا أَنْ يُخْرِجَ دَمَهُ بِحِجَامَةٍ وَغَيْرِهَا وَلَا نَعْلَمُ فِيْ هَذَا خِلَافاً إِلَّا مَا ذَكَرَهُ بَعْضُ أَصْحَابِنَا وَهُوَ أَبُو الْفَرَجِ الشَّيْرَازِيِّ ، أَنَّ الْجُنُبَ يُكْرَهُ لَهُ الْأَخْذُ مِنْ شَعَرِهِ وَأَظْفَارِهِ
‘Atha berkata: “Orang junub berbekam, mencukur kepalanya walaupun tidak berwudhu.”Apa yang diceritakan dari ‘Atha maknanya ialah bahwasanya orang junub tidak dimakruhkan memotong rambut dan kukunya ketika dia junub, dan tidak makruh mengeluarkan darahnya dengan berbekam atau lainnya. Kami tidak mengetahui adanya perbedaan dalam hal ini keculai apa yang dituturkan sebagaian ash_hab (Sahabat) kami yaitu Abul Faraj asy Syairazi bahwasanya orang junub makruh memotong rambut dan kuku. [Fathul Bari Li Ibni Rajab, 1/346].
أن الاجزاء المنفصلة قبل الاغتسال لا يرتفع جنابتها بغسلها سم على حج اه ع ش قوله: (تعود إليه في الآخرة) هذا مبني على أن العود ليس خاصا بالاجزاء الاصلية وفيه خلاف وقال السعد في شرح العقائد النسفية المعاد إنما هو الاجزاء الاصلية الباقية من أول العمر إلى آخره
Singkatnya begini : "Bahwasanya anggota tubuh yang terpisah sebelum mandi, janabahnya tidak hilang dengan memandikannya." [Hasyiyah Syarwani, 1/284].
Dan para Ulama Memberikan himbauan semata karena kehati-hatian dalam menjalankan Syari’at, bentuk kehati-hatian itu bukan berasal dari ro’yu semata, akan tetapi kehawatiran itu berdasarkan sumber dari Islam sendiri. Berkaitan dengan masalah pertanggung jawaban dan hari akhir atau Akhirat, Firman Allah SWT :
وَالَّذِي نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَنْشَرْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا كَذَلِكَ تُخْرَجُوْنَ (11)
“Dan Rabb yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).” (QS. Zukhruf: 11). Kemudian Rasulullah SAW menjelaskan :
إِنَّ فِي الإِنْسَانِ عَظْمًا لاَ تَأْكُلُهُ اْلأَرْضُ أَبَدًا، فِيْهِ يُرَكَّبُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، قَالُوْا أَيُّ عَظْمٍ هُوَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: عَجْبُ الذَّنَبِ
“Sesungguhnya pada diri manusia ada satu tulang yang tidak dimakan tanah selamanya. Padanya manusia disusun (kembali) pada hari Kiamat”. Para sahabat bertanya, “Tulang apakah itu, wahai Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tulang ekor.” [HR Muslim, no. 5255]
ثُمَّ يُرْسِلُ اللهُ مَطَرًا كَأَنَّهُ الطَّلُّ أَوْ الظِّلُّ – نُعْمَانُ الشَّاكُّ – فَتَنْبُتُ مِنْهُ أَجْسَادُ النَّاسِ ثُمَّ يُنْفَخُ فِيْهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُوْنَ
“Kemudian Allah menurunkan hujan bagaikan gerimis atau awan. Maka tumbuhlah darinya jasad-jasad manusia. Kemudian ditiup kembali Sangsakala untuk kedua kalinya, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusan masing-masing).” [HR Muslim, no. 5233].
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلًا كَمَا خُلِقُوا ثُمَّ قَرَأَ { كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ }
Dari Ibnu 'Abbas berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Manusia akan dikumpulkan pada hari kiamat dalam kondisi tanpa alas kaki, telanjang dan belum disunat." Kemudian beliau membaca Firman Allah : "Sebagaimana kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti kami tepati." (Al-Anbiyaa`: 104).[Muslim No.5102, Nasa'i No.2055, Nasa'i No.2056, Ahmad No.1849, Ahmad No.1923, Ahmad No.15464, Ahmad No.23131, Ahmad No.23447].
حَدَّثَنَا عَبْد اللَّهِ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْحَجَّاجِ النَّاجِيُّ وَمُحَمَّدُ بْنُ أَبَانَ بْنِ عِمْرَانَ الْوَاسِطِيُّ قَالَا ثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ وَهَذَا لَفْظُ مُحَمَّدِ بْنِ أَبَانَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ عَنْ زَاذَانَ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ تَرَكَ مَوْضِعَ شَعَرَةٍ مِنْ جَنَابَةٍ لَمْ يُصِبْهَا الْمَاءُ فُعِلَ بِهِ كَذَا وَكَذَا مِنْ النَّارِ قَالَ عَلِيٌّ فَمِنْ ثَمَّ عَادَيْتُ شَعْرِي كَمَا تَرَوْن
“Telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Al Hajjaj An Naji dan Muhammad bin Aban bin 'Imran Al Wasithi, keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah, dan redaksi ini menurut Muhammad bin Aban, dari 'Atho` bin As Sa`ib dari Zadzan dari Ali Radhiallah 'anhu berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa membiarkan sehelai rambut tidak terkena air maka dia ditimpa begini dan begitu dari neraka." Ali Radhiallah 'anhu berkata; "Oleh karena itu, saya selalu memendekkan rambutku sebagaimana yang kalian lihat."[Musnad Imam Hanbal, juz 1, hal 484, hadis ke 727].
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ أَخْبَرَنَا عَطَاءُ بْنُ السَّائِبِ عَنْ زَاذَانَ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ تَرَكَ مَوْضِعَ شَعْرَةٍ مِنْ جَنَابَةٍ لَمْ يَغْسِلْهَا فُعِلَ بِهَا كَذَا وَكَذَا مِنْ النَّارِ قَالَ عَلِيٌّ فَمِنْ ثَمَّ عَادَيْتُ رَأْسِي ثَلَاثًا وَكَانَ يَجُزُّ شَعْرَهُ
“Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Hammad telah mengabarkan kepada kami 'Atha` bin As-Sa`ib dari Zadzan dari Ali radliallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; "Barangsiapa yang meninggalkan tempat rambut tatkala mandi junub, dan dia tidak membasuhnya, maka dia diperlakukan dengannya begini dan begini dari api neraka." Ali berkata; Maka saya memotong rambut kepala saya tiga kali. Dia menggundul rambut kepalanya”.[Sunan Abu Daud, juz 1, hal 69, hadis ke 249].
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا الْأَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ عَنْ زَاذَانَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ تَرَكَ مَوْضِعَ شَعَرَةٍ مِنْ جَسَدِهِ مِنْ جَنَابَةٍ لَمْ يَغْسِلْهَا فُعِلَ بِهِ كَذَا وَكَذَا مِنْ النَّارِ قَالَ عَلِيٌّ فَمِنْ ثَمَّ عَادَيْتُ شَعَرِي وَكَانَ يَجُزُّهُ
“Salamah dari 'Atho` bin As Sa`ib dari Zadzan dari Ali bin Abu Thalib, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Barangsiapa meninggalkan sekadar satu lembar rambut dari tubuhnya ketika mandi junub, maka ia akan diperlakukan begini dan begini dalam neraka." Ali berkata; "Karena itu aku selalu mengulang-ulang (membasuh) rambutku." Dan ia memendekkan rambutnya”.[Ibnu Majah, juz 1, halaman 193, bab ke 106, hadis ke 599].
قال ابن عمر: قلت للنبي صلى الله عليه وسلم: أينام أحدنا وهو جنب؟ قال: ” نعم إذا توضأ ” ولكن قد وردت فيه رخصة قالت عائشة رضي الله عنها: ” كان النبي صلى الله عليه وسلم ينام جنباً لم يمس ماء ” ومهما عاد إلى فراشه فليمسح وجه فراشه أو لينفضه، فإنه لا يدري ما حدث عليه بعده، ولا ينبغي أن يحلق أو يقلم أو يستحد أو يخرج الدم أو يبين من نفسه جزءاً وهو جنب؛ إذ ترد إليه سائر أجزائه في الآخرة فيعود جنباً، ويقال إن كل شعرة تطالبه بجنابتها ومن الآداب أن لا يعزل، بل لا يسرح إلا إلى محل الحرث وهو الرحم، فما من نسمة قدر الله كونها إلا وهي كائنة هكذا قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
"Tidak seyogyanya seseorang mencukur rambut, memotong kuku, mencukur bulu kemaluannya atau membuang sesuatu dari badannya disaat dia sedang berjunub karena seluruh bagian tubuhnya akan dikembalikan kepadanya di akhirat kelak, lalu dia akan kembali berjunub. Dikatakan bahwa setiap rambut akan menuntutnya dengan sebab junub yang ada pada rambut tersebut. Seperti itulah yang sabdakan Rasulullah SAW" (Ihya Ulumaddin, 2/325).
نهاية الزين صــ31ومن لزمه غسل يسن له الا يزيل شيئا من بدنه ولو دما او شعرا او ظفرا حتى يغتسل لأن كل جزء يعود له فى الآخرة فلو أزاله قبل الغسل عاد عليه الحدث الاكبر تبكيتا للشخص
Dan seseorang yang berkewajiban mandi (menanggung hadas besar) disunnahkan baginya untuk tidak menghilangkan sesuatupun dari badannya walaupun hal itu berupa darah, rambut, dan atau kuku sampai orang tersebut mandi, karena setiap bagian tubuh manusia akan dikembalikan kelak di akhirat, Jikalau dihilangkan sebelum mandi maka hadats besar tersebut akan kembali lagi sebagai hujjah yang bisa mengalahkan bagi seseorang.[Nihayah Zain 31].
يُسَنُّ لِمَنْ ذُكِرَ أَنْ لَايُزِيْلَ شَيْئًا مِنْ بَدَنِهِ وَلَوْ دَمًّا أَوْ شَعْراً أَوْ ظُفْراً قبل الْغُسْلِ لِأَنَّ كُلَّ جُزْءٍ يَعُوْدُ لَهُ فِى الآخِرَةِ. لَكِنَّ الأَجْزَاءَ الأَصْلِيَّةَ البَاقِيَةَ مِنْ أَوَّلِ العُمْرِ إِلَى آخِرِهِ تَعُودُ مُتَّصِلَةً. وَأَمَّا نَحْوُ الشَّعْرِ وَالظُّفْرِ الّذِيْ أُزِيْلَ قَبْلَ المَوْتِ، فَيَعُودُ لَهُ إِلَيْهِ مُنْفَصِلاً عَنْ بَدَنِهِ، فَلَوْ أَزَالَهُ قَبْلَ الْغُسْلِ عَادَ، وَعَلَيْهِ الحَدَثُ الأَكْبَرُ لِتَبْكِيْتِهِ أَيْ تَوْبِيْخِهِ حَيْثُ أُمِرَ بِأَنْ لَايُزِيْلَهُ حَالَةَ الجَنَابَةِ أَوْ نَحْوِهَا. وَيُقَالُ: إِنَّ كُلَّ شَعْرَةٍ تُطَالِبُ بِجَنَابَتِهَا. وَيَنْبَغِي كَمَا قَالَ الشَّبْرَامُلْسِى: أَنَّ مَحَلَّ ذَلِكَ حَيْثُ قَصَّرَ كَأَنْ دَخَلَ وَقْتُ الصَّلَاةِ وَلَمْ يَغْتَسِلْ وَإِلَّا فَلَا، كَأَنْ فَجَأَهُ المَوْتُ. (فتح العلام: ج 1 / ص 349)
“Bagi orang-orang yang telah disebutkan (yakni orang junub, wanita haid dan nifas), agar supaya tidak menghilangkan sebagian dari anggota tubuhnya, walaupun berupa darah, rambut, atau kuku, sebelum melaksanakan mandi wajib. Dikarenakan, semua anggota tubuhnya akan dikembalikan lagi kepadanya, di akhirat kelak. Akan tetapi, anggota tubuh yang asli, yang masih utuh semenjak permulaan kelahiran sampai meninggal, dikembalikan lagi dalam keadaan tersambung. Sedangkan semisal rambut dan kuku, yang sempat ia potong sebelum meninggal, dikembalikan lagi dalam keadaan terpisah dari tubuhnya.
Jadi, andaikan ia hilangkan (potong) sebelum mandi wajib, maka akan dikembalikan lagi dalam kondisi menanggung hadats besar, untuk mengecam dengan keras dirinya, karena telah ceroboh melanggar perintah supaya tidak menghilangkannya (memotongnya) pada saat jinabat. Seraya dikatakan, sesungguhnya setiap helai rambut menuntut akan status jinabatnya. Seyogyanya sebagaimana dikatakan oleh Imam as-Syubromulsi bahwa kecaman keras tersebut berlaku bagi orang yang ceroboh, sebagaimana waktu sholat telah masuk dan dirinya belum mandi wajib dan jika tidak ceroboh, maka tidak dikecam lantas ajal menjemput secara mendadak. [Fathu al-‘Allam .juz: 01, hal: 349].
وَنُدِبَ لِنَحْوِ جُنُبٍ أَنْ لَايُزِيْلَ شَيْئاً مِنْ بَدَنِهِ إِلَّا بَعْدَ الْغُسْلِ لِأَنَّ الْأَجْزَاءَ تَعُوْدُ اِلَيْهِ فِي الآخِرَةِ فَيَعُودُ جُنُبًا تَبْكِيْتًا لَهُ ثُمَّ تَزُولُ عَنْهُ مَا عَدَا الْأَجْزَاءَ الْأَصْلِيَّةَ وَيُقَالُ إِنَّ كُلَّ شَعْرَةٍ تُطَالِبُ بِجَنَابَتِهَا. (بشرى الكريم: ج 1 / ص 39)
“Dan disunahkan bagi semisal orang yang sedang junub agar supaya tidak menghilangkan sebagian dari anggota tubuhnya kecuali setelah selesai mandi wajib. Sebab, kelak di akhirat seluruh bagian anggota tubuhnya akan dikembalikan lagi, maka kondisinya pun dalam keadaan junub, untuk mengecam dengan keras dirinya. Lantas organ-organ tubuh tersebut yang tersisa hanyalah organ yang asli. Seraya dikatakan, sesungguhnya setiap helai rambut menuntut akan status jinabatnya.” [Busyro al-Karim. Juz: 01, hal: 39]
وَأَنَا أَكْرَهُ أَنْ يَحْلِقَ الرَّجُلُ رَأْسَهُ أَوْ يُقَلِّمَ ظُفْرَهُ أَوْ يَسْتَحِدَّ أَوْ يَتَوَرَّى وَيُخْرِجَ دَمًا وَهُوَ جُنُبٌ، فَإِنَّ الْعَبْدَ يُرَدُّ إِلَيْهِ جَمِيْعُ شَعَرِهِ وَظُفْرِهِ وَدَمِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَمَا سَقَطَ مِنْهُ مِنْ ذَلِكَ وَهُوَ جُنُبٌ رَجَع إِلَيْهِ جُنُباً. وَقِيْلَ: طَالَبَتْهُ كُلُّ شَعْرَةٍ بِجَنَابَتِهَا
"Saya membenci seorang laki-laki mencukur kepalanya atau memotong kukunya atau mencukur bulu kemaluannya atau mengeluarkan darahnya dalam keadaan dia junub, karena seorang hamba akan dikembalikan kepadanya seluruh rambutnya, kukunya dan darahnya besok pada hari kiamat. Apa yang jatuh darinya dari hal-hal diatas dalam keadaan dia junub maka akan kembali kepadanya dalam keadaan junub. Dikatakan setiap rambut akan menuntutnya dengan sebab junub yang ada pada rambut tersebut." [Qutil Qulub, 2/236].
قَوْلُهُ تَعُوْدُ إِلَيْهِ فِي الْآخِرَةِ ) هَذَا مَبْنِيٌّ عَلَى أَنَّ الْعَوْدَ لَيْسَ خَاصًّا بِالْأَجْزَاءِ الْأَصْلِيَّةِ وَفِيْهِ خِلَافٌ ، وَقَالَ السَّعْدُ فِي شَرْحِ الْعَقَائِدِ النَّسَفِيَّةِ الْمَعَادُ إنَّمَا هُوَ الْأَجْزَاءُ الْأَصْلِيَّةُ الْبَاقِيَةُ مِنْ أَوَّلِ الْعُمُرِ إلَى آخِرِهِ ع ش
"Ucapan Mushannif : Anggota badan kembali kepada orang tersebut di akherat Ini adalah mengikuti pendapat bahwa anggota tubuh yang kembali tidak tertentu anggota-anggota tubuh yang asli. Didalam hal ini ada perbedaan. Berkata Imam Sa’ad didalam Syarah al Aqa’id an Nasafiyyah: “Yang dikembalikan adalah anggota-anggota tubuh yang asli yang masih ada mulai awal sampai dengan akhir umur. [‘Ain Syiin / Ali Asy Syibramullisi].
عِبَارَةُ الْبُجَيْرَمِيِّ فِيهِ نَظَرٌ ، لِأَنَّ الَّذِي يُرَدُّ إلَيْهِ مَا مَاتَ عَلَيْهِ لَا جَمِيعُ أَظْفَارِهِ الَّتِي قَلَّمَهَا فِي عُمُرِهِ ، وَلَا شَعْرِهِ كَذَلِكَ فَرَاجِعْهُ قليوبي وَعِبَارَةُ الْمَدَابِغِي قَوْلُهُ لِأَنَّ أَجْزَاءَهُ إلخ أَيْ الْأَصْلِيَّةُ فَقَطْ كَالْيَدِ الْمَقْطُوعَةِ بِخِلَافِ نَحْوِ الشَّعْرِ وَالظُّفْرِ ، فَإِنَّهُ يَعُودُ إلَيْهِ مُنْفَصِلًا عَنْ بَدَنِهِ لِتَبْكِيتِهِ أَيْ تَوْبِيخِهِ حَيْثُ أُمِرَ بِأَنْ لَا يُزِيلَهُ حَالَةَ الْجَنَابَةِ أَوْ نَحْوِهَا انتهت ا هـ
Ibarot Al Bujairami: Perlu dipertimbangkan dalam pendapat tersebut, karena anggota tubuh yang dikembalikan adalah adalah anggota yang ada pada saat dia meninggal dunia, bukan seluruh kuku yang dia potong selama hayatnya begitu juga bukan seluruh rambutnya. Coba cek kembali. Al Qalyubi.
Ibarot al Madaabighi: Ucapan Mushannif “Karena anggota-anggota tubuhnya… sampai seterusnya” Ini maksudnya hanya anggota tubuh yang asli seperti tangan yang terpotong. Berbeda semisal rambut dan kuku, kalau yang ini akan kembali kepada orang tersebut terpisah dari tubuhnya sebagai teguran untuknya, dia diperintah untuk tidak menghilangkannya disaat junub dan sebagainya." [Hasyiyah Syarwani, 1/284].
Adapun kesimpulan yang kami petik dalam masalah ini sangatlah sederhana, kami lebih mempercayakan kepada pemahaman intelektual para ulama terdahulu yang sangat menjaga dari maksiat, tidak sembrono dalam mengeluarkan hujjah dan tidak sepotong-potong dalam mengetahui hadist. Kami dalam menyimpulkan masalah ini juga akan mengutip dari kitab Fathul Mu’in sebagai definisi, dalam bab yang mewajibkan mandi disebutkan :
(فَرْعٌ) وَيَنْبَغِي أَنْ لاَ يُزِيْلُوا قَبْلَ الغُسْلِ شَعْرًا أَوْ ظُفْرًا وكَذَا دَمًّا لِأَنَّ ذَالِكَ يُرَدُّ فِي الآخِرَةِ جُنُبًا (فتح المعين: ص 11)
“(cabang masalah) dan seyogyanya mereka (orang junub, wanita haid dan nifas) agar supaya tidak menghilangkan rambut, kuku, juga darah, sebelum mandi wajib. Oleh karena kesemuanya itu kelak akan dikembalikan lagi di akhirat dalam keadaan junub.” [Fath al-Mu’in. hal: 11].
Pendapat ini di sandarkan kepada Hadist Nabi yang di riwayatkan oleh Ibnu Abbas RA, bahwasannya Rasulullah sa’at memberikan Khudbah-nya, beliau berkata begini :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلًا كَمَا خُلِقُوا ثُمَّ قَرَأَ { كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ }
Dari Ibnu 'Abbas. Ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Manusia akan dikumpulkan pada hari kiamat dalam kondisi tanpa alas kaki, telanjang dan belum disunat." Kemudian beliau membaca Firman Allah yang artinya: "Sebagaimana kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti kami tepati." (Al-Anbiyaa`: 104).[Muslim No.5102, Nasa'i No.2055, Nasa'i No.2056, Ahmad No.1849, Ahmad No.1923, Ahmad No.15464, Ahmad No.23131, Ahmad No.23447].
Jawaban :
Adapun jawaban masalah “Hukum Memotong Kuku Atau Rambut Sa’at Haidl” ini terjadi Khilafiyah di tengah para Ulama, tugas kami hanya menyampaikan apa yang telah ulama uraikan dalam syari’at Islam, dan perkara ini hukum memotong kuku atau apa saja waktu haid Ulama berselisih pendapat, ada yang berpendapat “Boleh” adapula yang berpendapat “Tidak Boleh”. Lalu apa alasan beliau semua ( Apa alasan Ulama yang “Membolehkan” dan Apa alasa Ulama yang “Tidak Membolehkan”? Mari kita Urai biar anda semua memahami masalah ini “Hukum Memotong Kuku Atau Rambut Sa’at Haidl”.
Alasan Ulama Yang Membolehkan
Sebagian Ulama membolehkan masalah ini berdasarkan hadist Nabi SAW dalam peristiwa yang terjadi pada Sayyidah Aisyah Radlianllahu Anha saat Aisyah haid waktu haji wada'. Riwayat dari Imam Bukhari dan Imam Muslim menyatakan :
اخَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّةِ الْوَدَاعِ فَأَهْلَلْنَا بِعُمْرَةٍ ، ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : " مَنْ كَانَ مَعَهُ هَدْيٌ فَلْيُهِلَّ بِالْحَجِّ مَعَ الْعُمْرَةِ ، ثُمَّ لا يُحِلَّ حَتَّى يُتِمَّهُمَا جَمِيعًا قَالَتْ : فَقَدِمْتُ مَكَّةَ وَأَنَا حَائِضٌ فَلَمْ أَطُفْ بِالْبَيْتِ وَلا بَيْنَ الصَّفَا وَالْمَرْوَةِ ، فَشَكَوْتُ ذَلِكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ : " انْقُضِي رَأْسَكِ وَامْتَشِطِي وَأَهِلِّي بِالْحَجِّ وَدَعِي الْعُمْرَةَ
Dari 'Urwah bin Az Zubair dari 'Aisyah radliallahu 'anha, isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "Kami keluar bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam saat hajji wada' lalu kami berihram untuk 'umrah. Maka aku tiba di Makkah sedang aku dalam keadaan mengalami haidh sehinga aku tidak melakukan thowaf di Baitulloh dan juga tidak melakuka sa'iy antara bukit Ash-Shafa dan Al Marwah. Lalu aku adukan kondisiku itu kepada Nabi Shallallahu'alaihiwasallam. Maka Beliau bersabda: "Uraikanlah rambutmu dan sisirlah dan berihramlah untuk hajji dan tinggalkan 'umrah". Maka kemudian aku laksanakan.[Bukhari No.1530,- No.4044, Muslim No.2108,- No.2110, Abu Daud No.1517, Ahmad No.24143,- No.24269, Malik No.820].
وَقَالَ عَطَاءٌ : يَحْتَجِمُ الْجُنُبُ ، وَيُقَلِّمُ أَظْفَارَهُ ، وَيَحْلِقُ رَأْسَهُ ، وَإِنْ لَمْ يَتَوَضَّأْ وَمَا حَكاهُ عَنْ عَطَاءٍ ، مَعْنَاهُ : أَنَّ الْجُنُبَ لَا يُكْرَهُ لَهُ الْأَخْذُ مِنْ شَعَرِهِ وَظُفْرِهِ فِيْ حَالِ جَنَابَتِهِ ، وَلَا أَنْ يُخْرِجَ دَمَهُ بِحِجَامَةٍ وَغَيْرِهَا وَلَا نَعْلَمُ فِيْ هَذَا خِلَافاً إِلَّا مَا ذَكَرَهُ بَعْضُ أَصْحَابِنَا وَهُوَ أَبُو الْفَرَجِ الشَّيْرَازِيِّ ، أَنَّ الْجُنُبَ يُكْرَهُ لَهُ الْأَخْذُ مِنْ شَعَرِهِ وَأَظْفَارِهِ
‘Atha berkata: “Orang junub berbekam, mencukur kepalanya walaupun tidak berwudhu.”Apa yang diceritakan dari ‘Atha maknanya ialah bahwasanya orang junub tidak dimakruhkan memotong rambut dan kukunya ketika dia junub, dan tidak makruh mengeluarkan darahnya dengan berbekam atau lainnya. Kami tidak mengetahui adanya perbedaan dalam hal ini keculai apa yang dituturkan sebagaian ash_hab (Sahabat) kami yaitu Abul Faraj asy Syairazi bahwasanya orang junub makruh memotong rambut dan kuku. [Fathul Bari Li Ibni Rajab, 1/346].
أن الاجزاء المنفصلة قبل الاغتسال لا يرتفع جنابتها بغسلها سم على حج اه ع ش قوله: (تعود إليه في الآخرة) هذا مبني على أن العود ليس خاصا بالاجزاء الاصلية وفيه خلاف وقال السعد في شرح العقائد النسفية المعاد إنما هو الاجزاء الاصلية الباقية من أول العمر إلى آخره
Singkatnya begini : "Bahwasanya anggota tubuh yang terpisah sebelum mandi, janabahnya tidak hilang dengan memandikannya." [Hasyiyah Syarwani, 1/284].
Alasan Ulama Melarang
Dan para Ulama Memberikan himbauan semata karena kehati-hatian dalam menjalankan Syari’at, bentuk kehati-hatian itu bukan berasal dari ro’yu semata, akan tetapi kehawatiran itu berdasarkan sumber dari Islam sendiri. Berkaitan dengan masalah pertanggung jawaban dan hari akhir atau Akhirat, Firman Allah SWT :
وَالَّذِي نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً بِقَدَرٍ فَأَنْشَرْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا كَذَلِكَ تُخْرَجُوْنَ (11)
“Dan Rabb yang menurunkan air dari langit menurut kadar (yang diperlukan) lalu Kami hidupkan dengan air itu negeri yang mati, seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari dalam kubur).” (QS. Zukhruf: 11). Kemudian Rasulullah SAW menjelaskan :
إِنَّ فِي الإِنْسَانِ عَظْمًا لاَ تَأْكُلُهُ اْلأَرْضُ أَبَدًا، فِيْهِ يُرَكَّبُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، قَالُوْا أَيُّ عَظْمٍ هُوَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: عَجْبُ الذَّنَبِ
“Sesungguhnya pada diri manusia ada satu tulang yang tidak dimakan tanah selamanya. Padanya manusia disusun (kembali) pada hari Kiamat”. Para sahabat bertanya, “Tulang apakah itu, wahai Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tulang ekor.” [HR Muslim, no. 5255]
ثُمَّ يُرْسِلُ اللهُ مَطَرًا كَأَنَّهُ الطَّلُّ أَوْ الظِّلُّ – نُعْمَانُ الشَّاكُّ – فَتَنْبُتُ مِنْهُ أَجْسَادُ النَّاسِ ثُمَّ يُنْفَخُ فِيْهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُوْنَ
“Kemudian Allah menurunkan hujan bagaikan gerimis atau awan. Maka tumbuhlah darinya jasad-jasad manusia. Kemudian ditiup kembali Sangsakala untuk kedua kalinya, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusan masing-masing).” [HR Muslim, no. 5233].
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلًا كَمَا خُلِقُوا ثُمَّ قَرَأَ { كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ }
Dari Ibnu 'Abbas berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Manusia akan dikumpulkan pada hari kiamat dalam kondisi tanpa alas kaki, telanjang dan belum disunat." Kemudian beliau membaca Firman Allah : "Sebagaimana kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti kami tepati." (Al-Anbiyaa`: 104).[Muslim No.5102, Nasa'i No.2055, Nasa'i No.2056, Ahmad No.1849, Ahmad No.1923, Ahmad No.15464, Ahmad No.23131, Ahmad No.23447].
Lebih Fokus Kepada Rambut
حَدَّثَنَا عَبْد اللَّهِ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْحَجَّاجِ النَّاجِيُّ وَمُحَمَّدُ بْنُ أَبَانَ بْنِ عِمْرَانَ الْوَاسِطِيُّ قَالَا ثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ وَهَذَا لَفْظُ مُحَمَّدِ بْنِ أَبَانَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ عَنْ زَاذَانَ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ تَرَكَ مَوْضِعَ شَعَرَةٍ مِنْ جَنَابَةٍ لَمْ يُصِبْهَا الْمَاءُ فُعِلَ بِهِ كَذَا وَكَذَا مِنْ النَّارِ قَالَ عَلِيٌّ فَمِنْ ثَمَّ عَادَيْتُ شَعْرِي كَمَا تَرَوْن
“Telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Al Hajjaj An Naji dan Muhammad bin Aban bin 'Imran Al Wasithi, keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah, dan redaksi ini menurut Muhammad bin Aban, dari 'Atho` bin As Sa`ib dari Zadzan dari Ali Radhiallah 'anhu berkata; saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa membiarkan sehelai rambut tidak terkena air maka dia ditimpa begini dan begitu dari neraka." Ali Radhiallah 'anhu berkata; "Oleh karena itu, saya selalu memendekkan rambutku sebagaimana yang kalian lihat."[Musnad Imam Hanbal, juz 1, hal 484, hadis ke 727].
حَدَّثَنَا مُوسَى بْنُ إِسْمَعِيلَ حَدَّثَنَا حَمَّادٌ أَخْبَرَنَا عَطَاءُ بْنُ السَّائِبِ عَنْ زَاذَانَ عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ تَرَكَ مَوْضِعَ شَعْرَةٍ مِنْ جَنَابَةٍ لَمْ يَغْسِلْهَا فُعِلَ بِهَا كَذَا وَكَذَا مِنْ النَّارِ قَالَ عَلِيٌّ فَمِنْ ثَمَّ عَادَيْتُ رَأْسِي ثَلَاثًا وَكَانَ يَجُزُّ شَعْرَهُ
“Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'il telah menceritakan kepada kami Hammad telah mengabarkan kepada kami 'Atha` bin As-Sa`ib dari Zadzan dari Ali radliallahu 'anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda; "Barangsiapa yang meninggalkan tempat rambut tatkala mandi junub, dan dia tidak membasuhnya, maka dia diperlakukan dengannya begini dan begini dari api neraka." Ali berkata; Maka saya memotong rambut kepala saya tiga kali. Dia menggundul rambut kepalanya”.[Sunan Abu Daud, juz 1, hal 69, hadis ke 249].
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا الْأَسْوَدُ بْنُ عَامِرٍ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ عَطَاءِ بْنِ السَّائِبِ عَنْ زَاذَانَ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ تَرَكَ مَوْضِعَ شَعَرَةٍ مِنْ جَسَدِهِ مِنْ جَنَابَةٍ لَمْ يَغْسِلْهَا فُعِلَ بِهِ كَذَا وَكَذَا مِنْ النَّارِ قَالَ عَلِيٌّ فَمِنْ ثَمَّ عَادَيْتُ شَعَرِي وَكَانَ يَجُزُّهُ
“Salamah dari 'Atho` bin As Sa`ib dari Zadzan dari Ali bin Abu Thalib, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Barangsiapa meninggalkan sekadar satu lembar rambut dari tubuhnya ketika mandi junub, maka ia akan diperlakukan begini dan begini dalam neraka." Ali berkata; "Karena itu aku selalu mengulang-ulang (membasuh) rambutku." Dan ia memendekkan rambutnya”.[Ibnu Majah, juz 1, halaman 193, bab ke 106, hadis ke 599].
Oleh Sebab itulah Para Ulama Berkata :
قال ابن عمر: قلت للنبي صلى الله عليه وسلم: أينام أحدنا وهو جنب؟ قال: ” نعم إذا توضأ ” ولكن قد وردت فيه رخصة قالت عائشة رضي الله عنها: ” كان النبي صلى الله عليه وسلم ينام جنباً لم يمس ماء ” ومهما عاد إلى فراشه فليمسح وجه فراشه أو لينفضه، فإنه لا يدري ما حدث عليه بعده، ولا ينبغي أن يحلق أو يقلم أو يستحد أو يخرج الدم أو يبين من نفسه جزءاً وهو جنب؛ إذ ترد إليه سائر أجزائه في الآخرة فيعود جنباً، ويقال إن كل شعرة تطالبه بجنابتها ومن الآداب أن لا يعزل، بل لا يسرح إلا إلى محل الحرث وهو الرحم، فما من نسمة قدر الله كونها إلا وهي كائنة هكذا قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
"Tidak seyogyanya seseorang mencukur rambut, memotong kuku, mencukur bulu kemaluannya atau membuang sesuatu dari badannya disaat dia sedang berjunub karena seluruh bagian tubuhnya akan dikembalikan kepadanya di akhirat kelak, lalu dia akan kembali berjunub. Dikatakan bahwa setiap rambut akan menuntutnya dengan sebab junub yang ada pada rambut tersebut. Seperti itulah yang sabdakan Rasulullah SAW" (Ihya Ulumaddin, 2/325).
نهاية الزين صــ31ومن لزمه غسل يسن له الا يزيل شيئا من بدنه ولو دما او شعرا او ظفرا حتى يغتسل لأن كل جزء يعود له فى الآخرة فلو أزاله قبل الغسل عاد عليه الحدث الاكبر تبكيتا للشخص
Dan seseorang yang berkewajiban mandi (menanggung hadas besar) disunnahkan baginya untuk tidak menghilangkan sesuatupun dari badannya walaupun hal itu berupa darah, rambut, dan atau kuku sampai orang tersebut mandi, karena setiap bagian tubuh manusia akan dikembalikan kelak di akhirat, Jikalau dihilangkan sebelum mandi maka hadats besar tersebut akan kembali lagi sebagai hujjah yang bisa mengalahkan bagi seseorang.[Nihayah Zain 31].
يُسَنُّ لِمَنْ ذُكِرَ أَنْ لَايُزِيْلَ شَيْئًا مِنْ بَدَنِهِ وَلَوْ دَمًّا أَوْ شَعْراً أَوْ ظُفْراً قبل الْغُسْلِ لِأَنَّ كُلَّ جُزْءٍ يَعُوْدُ لَهُ فِى الآخِرَةِ. لَكِنَّ الأَجْزَاءَ الأَصْلِيَّةَ البَاقِيَةَ مِنْ أَوَّلِ العُمْرِ إِلَى آخِرِهِ تَعُودُ مُتَّصِلَةً. وَأَمَّا نَحْوُ الشَّعْرِ وَالظُّفْرِ الّذِيْ أُزِيْلَ قَبْلَ المَوْتِ، فَيَعُودُ لَهُ إِلَيْهِ مُنْفَصِلاً عَنْ بَدَنِهِ، فَلَوْ أَزَالَهُ قَبْلَ الْغُسْلِ عَادَ، وَعَلَيْهِ الحَدَثُ الأَكْبَرُ لِتَبْكِيْتِهِ أَيْ تَوْبِيْخِهِ حَيْثُ أُمِرَ بِأَنْ لَايُزِيْلَهُ حَالَةَ الجَنَابَةِ أَوْ نَحْوِهَا. وَيُقَالُ: إِنَّ كُلَّ شَعْرَةٍ تُطَالِبُ بِجَنَابَتِهَا. وَيَنْبَغِي كَمَا قَالَ الشَّبْرَامُلْسِى: أَنَّ مَحَلَّ ذَلِكَ حَيْثُ قَصَّرَ كَأَنْ دَخَلَ وَقْتُ الصَّلَاةِ وَلَمْ يَغْتَسِلْ وَإِلَّا فَلَا، كَأَنْ فَجَأَهُ المَوْتُ. (فتح العلام: ج 1 / ص 349)
“Bagi orang-orang yang telah disebutkan (yakni orang junub, wanita haid dan nifas), agar supaya tidak menghilangkan sebagian dari anggota tubuhnya, walaupun berupa darah, rambut, atau kuku, sebelum melaksanakan mandi wajib. Dikarenakan, semua anggota tubuhnya akan dikembalikan lagi kepadanya, di akhirat kelak. Akan tetapi, anggota tubuh yang asli, yang masih utuh semenjak permulaan kelahiran sampai meninggal, dikembalikan lagi dalam keadaan tersambung. Sedangkan semisal rambut dan kuku, yang sempat ia potong sebelum meninggal, dikembalikan lagi dalam keadaan terpisah dari tubuhnya.
Jadi, andaikan ia hilangkan (potong) sebelum mandi wajib, maka akan dikembalikan lagi dalam kondisi menanggung hadats besar, untuk mengecam dengan keras dirinya, karena telah ceroboh melanggar perintah supaya tidak menghilangkannya (memotongnya) pada saat jinabat. Seraya dikatakan, sesungguhnya setiap helai rambut menuntut akan status jinabatnya. Seyogyanya sebagaimana dikatakan oleh Imam as-Syubromulsi bahwa kecaman keras tersebut berlaku bagi orang yang ceroboh, sebagaimana waktu sholat telah masuk dan dirinya belum mandi wajib dan jika tidak ceroboh, maka tidak dikecam lantas ajal menjemput secara mendadak. [Fathu al-‘Allam .juz: 01, hal: 349].
وَنُدِبَ لِنَحْوِ جُنُبٍ أَنْ لَايُزِيْلَ شَيْئاً مِنْ بَدَنِهِ إِلَّا بَعْدَ الْغُسْلِ لِأَنَّ الْأَجْزَاءَ تَعُوْدُ اِلَيْهِ فِي الآخِرَةِ فَيَعُودُ جُنُبًا تَبْكِيْتًا لَهُ ثُمَّ تَزُولُ عَنْهُ مَا عَدَا الْأَجْزَاءَ الْأَصْلِيَّةَ وَيُقَالُ إِنَّ كُلَّ شَعْرَةٍ تُطَالِبُ بِجَنَابَتِهَا. (بشرى الكريم: ج 1 / ص 39)
“Dan disunahkan bagi semisal orang yang sedang junub agar supaya tidak menghilangkan sebagian dari anggota tubuhnya kecuali setelah selesai mandi wajib. Sebab, kelak di akhirat seluruh bagian anggota tubuhnya akan dikembalikan lagi, maka kondisinya pun dalam keadaan junub, untuk mengecam dengan keras dirinya. Lantas organ-organ tubuh tersebut yang tersisa hanyalah organ yang asli. Seraya dikatakan, sesungguhnya setiap helai rambut menuntut akan status jinabatnya.” [Busyro al-Karim. Juz: 01, hal: 39]
وَأَنَا أَكْرَهُ أَنْ يَحْلِقَ الرَّجُلُ رَأْسَهُ أَوْ يُقَلِّمَ ظُفْرَهُ أَوْ يَسْتَحِدَّ أَوْ يَتَوَرَّى وَيُخْرِجَ دَمًا وَهُوَ جُنُبٌ، فَإِنَّ الْعَبْدَ يُرَدُّ إِلَيْهِ جَمِيْعُ شَعَرِهِ وَظُفْرِهِ وَدَمِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَمَا سَقَطَ مِنْهُ مِنْ ذَلِكَ وَهُوَ جُنُبٌ رَجَع إِلَيْهِ جُنُباً. وَقِيْلَ: طَالَبَتْهُ كُلُّ شَعْرَةٍ بِجَنَابَتِهَا
"Saya membenci seorang laki-laki mencukur kepalanya atau memotong kukunya atau mencukur bulu kemaluannya atau mengeluarkan darahnya dalam keadaan dia junub, karena seorang hamba akan dikembalikan kepadanya seluruh rambutnya, kukunya dan darahnya besok pada hari kiamat. Apa yang jatuh darinya dari hal-hal diatas dalam keadaan dia junub maka akan kembali kepadanya dalam keadaan junub. Dikatakan setiap rambut akan menuntutnya dengan sebab junub yang ada pada rambut tersebut." [Qutil Qulub, 2/236].
Terjadi Ikhtilaf Ke2 Masalah Anggota Tubuh
قَوْلُهُ تَعُوْدُ إِلَيْهِ فِي الْآخِرَةِ ) هَذَا مَبْنِيٌّ عَلَى أَنَّ الْعَوْدَ لَيْسَ خَاصًّا بِالْأَجْزَاءِ الْأَصْلِيَّةِ وَفِيْهِ خِلَافٌ ، وَقَالَ السَّعْدُ فِي شَرْحِ الْعَقَائِدِ النَّسَفِيَّةِ الْمَعَادُ إنَّمَا هُوَ الْأَجْزَاءُ الْأَصْلِيَّةُ الْبَاقِيَةُ مِنْ أَوَّلِ الْعُمُرِ إلَى آخِرِهِ ع ش
"Ucapan Mushannif : Anggota badan kembali kepada orang tersebut di akherat Ini adalah mengikuti pendapat bahwa anggota tubuh yang kembali tidak tertentu anggota-anggota tubuh yang asli. Didalam hal ini ada perbedaan. Berkata Imam Sa’ad didalam Syarah al Aqa’id an Nasafiyyah: “Yang dikembalikan adalah anggota-anggota tubuh yang asli yang masih ada mulai awal sampai dengan akhir umur. [‘Ain Syiin / Ali Asy Syibramullisi].
عِبَارَةُ الْبُجَيْرَمِيِّ فِيهِ نَظَرٌ ، لِأَنَّ الَّذِي يُرَدُّ إلَيْهِ مَا مَاتَ عَلَيْهِ لَا جَمِيعُ أَظْفَارِهِ الَّتِي قَلَّمَهَا فِي عُمُرِهِ ، وَلَا شَعْرِهِ كَذَلِكَ فَرَاجِعْهُ قليوبي وَعِبَارَةُ الْمَدَابِغِي قَوْلُهُ لِأَنَّ أَجْزَاءَهُ إلخ أَيْ الْأَصْلِيَّةُ فَقَطْ كَالْيَدِ الْمَقْطُوعَةِ بِخِلَافِ نَحْوِ الشَّعْرِ وَالظُّفْرِ ، فَإِنَّهُ يَعُودُ إلَيْهِ مُنْفَصِلًا عَنْ بَدَنِهِ لِتَبْكِيتِهِ أَيْ تَوْبِيخِهِ حَيْثُ أُمِرَ بِأَنْ لَا يُزِيلَهُ حَالَةَ الْجَنَابَةِ أَوْ نَحْوِهَا انتهت ا هـ
Ibarot Al Bujairami: Perlu dipertimbangkan dalam pendapat tersebut, karena anggota tubuh yang dikembalikan adalah adalah anggota yang ada pada saat dia meninggal dunia, bukan seluruh kuku yang dia potong selama hayatnya begitu juga bukan seluruh rambutnya. Coba cek kembali. Al Qalyubi.
Ibarot al Madaabighi: Ucapan Mushannif “Karena anggota-anggota tubuhnya… sampai seterusnya” Ini maksudnya hanya anggota tubuh yang asli seperti tangan yang terpotong. Berbeda semisal rambut dan kuku, kalau yang ini akan kembali kepada orang tersebut terpisah dari tubuhnya sebagai teguran untuknya, dia diperintah untuk tidak menghilangkannya disaat junub dan sebagainya." [Hasyiyah Syarwani, 1/284].
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang kami petik dalam masalah ini sangatlah sederhana, kami lebih mempercayakan kepada pemahaman intelektual para ulama terdahulu yang sangat menjaga dari maksiat, tidak sembrono dalam mengeluarkan hujjah dan tidak sepotong-potong dalam mengetahui hadist. Kami dalam menyimpulkan masalah ini juga akan mengutip dari kitab Fathul Mu’in sebagai definisi, dalam bab yang mewajibkan mandi disebutkan :
(فَرْعٌ) وَيَنْبَغِي أَنْ لاَ يُزِيْلُوا قَبْلَ الغُسْلِ شَعْرًا أَوْ ظُفْرًا وكَذَا دَمًّا لِأَنَّ ذَالِكَ يُرَدُّ فِي الآخِرَةِ جُنُبًا (فتح المعين: ص 11)
“(cabang masalah) dan seyogyanya mereka (orang junub, wanita haid dan nifas) agar supaya tidak menghilangkan rambut, kuku, juga darah, sebelum mandi wajib. Oleh karena kesemuanya itu kelak akan dikembalikan lagi di akhirat dalam keadaan junub.” [Fath al-Mu’in. hal: 11].
Pendapat ini di sandarkan kepada Hadist Nabi yang di riwayatkan oleh Ibnu Abbas RA, bahwasannya Rasulullah sa’at memberikan Khudbah-nya, beliau berkata begini :
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلًا كَمَا خُلِقُوا ثُمَّ قَرَأَ { كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ }
Dari Ibnu 'Abbas. Ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam bersabda: "Manusia akan dikumpulkan pada hari kiamat dalam kondisi tanpa alas kaki, telanjang dan belum disunat." Kemudian beliau membaca Firman Allah yang artinya: "Sebagaimana kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti kami tepati." (Al-Anbiyaa`: 104).[Muslim No.5102, Nasa'i No.2055, Nasa'i No.2056, Ahmad No.1849, Ahmad No.1923, Ahmad No.15464, Ahmad No.23131, Ahmad No.23447].
Kami sangat ingin memanjakan anda dalam belajar, IQRO.NET sangat membutuhkan saran anda dalam mewujudkan hal itu, Salah satunya adalah kami ingin memberitahukan anda ketika kami update Artikel menggunakan RSS atau menggunakan email, silahkan.
Sengaja banyak catatan yang belum selesai, kami ingin tau seberapa perduli anda kepada ilmu, terutama masalah muamalah, biasanya akan terurai pada kolom komentar.
0 Response to "Hukum Memotong Kuku Dan Rambut Sa’at Haidl"
Post a Comment