Membayar fidyah sekilas adalah perkara simpel dan tidak perlu banyak penjelasan, namun perlu diketahui bahwa ketika kita mentelisik masalah ikhtilaf ditengah-tengah para ulama serasa sehari tidak akan kelar untuk membacanya, namun disini kami akan memaparkan dengan sangat sederhana agar mudah di fahami. Pertanyaan ini : “Masalah Fidyah Dan Pelaksanaannya” datang dari Ukhti Karimah Sumatra Barat. Kami akan langsung menjawab. Berangkat dari Firman Allah :
أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ ۚ وَأَن تَصُومُوا خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ (184)
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelummu agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183) (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada bari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 184)
وقال البخاري أيضا : حدثنا إسحاق ، أخبرنا روح ، حدثنا زكريا بن إسحاق ، حدثنا عمرو بن دينار ، عن عطاء سمع ابن عباس يقرأ : " وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين " . قال ابن عباس : ليست منسوخة ، هو للشيخ الكبير والمرأة الكبيرة لا يستطيعان أن يصوما ، فيطعمان مكان كل يوم مسكينا . وهكذا روى غير واحد عن سعيد بن جبير ، عن ابن عباس ، نحوه .
Imam Bukhari meriwayatkan dari Atha’, bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas membaca ayat: wa ‘alal ladziina yuthiiquunaHuu fidyatun tha’aamu miskiinin (“Dan bagi orang yang merasa berat menjalankannya [jika mereka tidak berpuasa] maka membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.”) Kata Ibnu Abbas, “Ayat tersebut tidak dinasakh, karena yang dimaksudkan dalam ayat itu adalah orang tua laki-laki dan perempuan yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa, maka ia harus memberikan makan setiap harinya seorang miskin.” Demikian pula diriwayatkan oleh beberapa periwayat dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas.
ولكن هل يجب عليه [ إذا أفطر ] أن يطعم عن كل يوم مسكينا إذا كان ذا جدة ؟ فيه قولان للعلماء ، أحدهما : لا يجب عليه إطعام ; لأنه ضعيف عنه لسنه ، فلم يجب عليه فدية كالصبي ; لأن الله لا يكلف نفسا إلا وسعها ، وهو أحد قولي الشافعي .
Dan tetapi hal tersebut di atas terdapat dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan tidak ada kewajiban baginya memberikan makan kepada orang miskin, karena usianya ia tidak sanggup memenuhinya, sehingga ia tidak diwajibkan membayar fidyah, seperti halnya bayi, karena Allah SWT. tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya. Ini merupakan salah satu pendapat Imam Syafi’i. (Qoul Kodim)
والثاني وهو الصحيح ، وعليه أكثر العلماء : أنه يجب عليه فدية عن كل يوم ، كما فسره ابن عباس وغيره من السلف على قراءة من قرأ : ( وعلى الذين يطيقونه ) أي : يتجشمونه ، كما قاله ابن مسعود وغيره ، وهو اختيار البخاري فإنه قال : وأما الشيخ الكبير إذا لم يطق الصيام ، فقد أطعم أنس بعد أن كبر عاما أو عامين كل يوم مسكينا خبزا ولحما ، وأفطر .
Sedangkan pendapat kedua dan merupakan pendapat yang shahih dan yang menjadi pegangan mayoritas ulama, bahwa wajib baginya membayar fidyah untuk setiap hari puasa yang ditinggalkannya. Sebagaimana yang ditafsirkan oleh Ibnu Abbas dan beberapa ulama salaf lainnya. Pendapat ini menjadi pilihan Imam al-Bukhari, ia mengatakan, mengenai orang yang sudah tua jika ia tidak mampu menjalankan puasa, maka ia harus membayar fidyah. Karena Anas ketika telah tua pernah setahun atau dua tahun ia tidak berpuasa dan memberi makan roti dan daging kepada seseorang miskin setiap hari.
وهذا الذي علقه البخاري قد أسنده الحافظ أبو يعلى الموصلي في مسنده ، فقال : حدثنا عبيد الله بن معاذ ، حدثنا أبي ، حدثنا عمران ، عن أيوب بن أبي تميمة قال : ضعف أنس [ بن مالك ] عن الصوم ، فصنع جفنة من ثريد ، فدعا ثلاثين مسكينا فأطعمهم . ورواه عبد بن حميد ، عن روح بن عبادة ، عن عمران وهو ابن حدير عن أيوب ، به . ورواه عبد أيضا ، من حديث ستة من أصحاب أنس ، عن أنس بمعناه .
Atsar mu’allaq yang diriwayatkan Imam-Bukhari telah disebutkan sanadnya oleh al-Hafiz Abu Ya’la al-Mushili dalam musnadnya, dari Ayub bin Abu Tamimah, katanya: “Anas tidak sanggup menjalankan ibadah puasa, lalu ia membuatkan bubur roti satu mangkok besar, kemudian mengundang tiga puluh orang miskin dan memberinya makan.” Demikian diriwayatkan oleh Abd bin Humaid, dari Ayub. Hal senada diriwayatkan pula oleh Abd, dari enam sahabat Anas, dari Anas.
ومما يلتحق بهذا المعنى : الحامل والمرضع ، إذا خافتا على أنفسهما أو ولديهما ، ففيهما خلاف كثير بين العلماء ، فمنهم من قال : يفطران ويفديان ويقضيان . وقيل : يفديان فقط ، ولا قضاء . وقيل : يجب القضاء بلا فدية . وقيل : يفطران ، ولا فدية ولا قضاء . وقد بسطنا هذه المسألة مستقصاة في كتاب الصيام الذي أفردناه . ولله الحمد والمنة .
Termasuk dalam pengertian ini adalah wanita hamil dan yang menyusui jika keduanya mengkhawatirkan keselamatan diri dan anak mereka. Dalam masalah ini terdapat banyak perbedaan pendapat di antara para ulama. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa keduanya (wanita hamil dan yang menyusui) boleh tidak berpuasa, tetapi membayar fidyah dan mengqadla puasanya.
Dan ada pula yang mengatakan wajib membayar fidyah saja dan tidak perlu mengqadla. Ada juga yang berpendapat, wanita hamil dan wanita yang sedang menyusui itu berkewajiban mengqadla puasa yang ditinggalkannya tanpa membayar fidyah. Tetapi ada juga yang berpendapat kedua wanita itu boleh berbuka dengan tanpa membayar fidyah dan tidak juga mengqadlanya.[Tafsir Ibn Katsir]
تعجيل الفدية : - اختلف الفقهاء في مسألة ما إذا كان يجوز للشيخ العاجز والمريض الذي لا يرجى برؤه تعجيل الفدية ، فأجاز الحنفية دفع الفدية في أول الشهر كما يجوز دفعها في آخره . (حاشية ابن عابدين 2 / 119) وقال النووي : اتفق أصحابنا على أنه لا يجوز للشيخ العاجز والمريض الذي لا يرجى برؤه تعجيل الفدية قبل دخول رمضان ، ويجوز بعد طلوع فجر كل يوم ، وهل يجوز قبل الفجر في رمضان ؟ قطع الدارمي بالجواز وهو الصواب . (المجموع للنووي 6 / 260)
Ta’jiil (Mempercepat Waktu Pembayaran) Fidyah - Ulama Fiqh berbeda pendapat mengenai masalah Ta’jil Fidyah yang dikerjakan oleh orang tua renta dan orang sakit keras yang sudah tidak dimungkinkan kesembuhannya, Kalangan hanafiyah memperkenankan pembayaran Fidyah dilakukan oleh keduanya diawal bulan ramadlan seperti diperkenankannya membayarnya diakhir bulan.
Imam An-nawawy berkata “Pengikut Madzhab Syafi’i sepakat bahwa bagi orang tua renta dan orang sakit keras yang sudah tidak dimungkinkan kesembuhannya tidak boleh menunaikan pembayaran fidyah sebelum memasuki bulan ramadlan dan boleh ditunaikan setelah terbitnya fajar disetiap hari ramadlan (yang ia tinggalkan puasanya), Apakah boleh ditunaikan sebelum terbitnya fajar ? Imam ad-Daroomi memastikan kebolehannya dan inilah pendapat yang benar. [ Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah 32/68 ].
( كمفطر لكبر ) لا يطيق معه الصوم ، أو يلحقه به مشقة شديدة فإنه يجب عليه لكل يوم مد قال تعالى { وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين } المراد لا يطيقونه ، أو يطيقونه حال الشباب ثم يعجزون عنه بعد الكبر وروى البخاري أن ابن عباس وعائشة كانا يقرآن وعلى الذين يطوقونه ومعناه يكلفون الصوم فلا يطيقونه وكالكبير مريض لا يرجى برؤه... ( ، أو ) كذات ( حمل ، أو مرضع ) ولو لولد غيرها بأجرة ، أو دونها وقد أفطرتا فإنه يجب على كل منهما لكل يوم مد
(Keterangan seperti orang yang meninggalkan puasa karena ketuaannya) yang tidak kuat baginya menjalankan puasa, atau saat puasa ia menemukan kesulitan yang teramat sangat, maka wajib baginya setiap hri satu mud. - Allah berfirman “Dan atas orang yang tidak kuat menjalaninya wajib mengeluarkan fidyah makanan untuk orang-orang miskin” artinya tidak kuat menjalani puasa atau saat muda ia kuat kemudian setelah tua ia tidak kuat.
Seperti halnya orang tua renta adalah orang sakit yang tidak lagi diharapkan kesembuhannya. (atau bagi wanita hamil dan menyusui) meskipun menyusui anak orang lain karena diberi upah atau karena lainnya dan mereka berdua meninggalkan puasa maka wajib bagi mereka mengeluarkan setiap hari satu mud (disamping mengqadlai puasanya). [ Syarh al-Bahjah al-Wardiyyah VII/148 ].
قال الرملي الشافعي رحمه الله: ويتخير في إخراجها بين تأخيرها وبين إخراج قيمة كل يوم فيه أو بعد فراغه، ولا يجوز تعجيل شيء منها لما فيه من تقديمها على وجوبه. انتهى.
Imam ar-Romly dari madhab As-Syafi’i berpendapat “Dalam pelaksanaan pembayaran fidyah diperkenankan memilih waktunya antara mengakhirkannya (di akhir bulan ramadlan) dan antara mengeluarkan nilai harga fidyahnya disetiap hari atau setelah selesainya tiap hari ramadlan dan tidak diperbolehkan mempercepat pembayarannya karena artinya mendahulukan pelaksanaannya sebelum waktu diwajibkannya”
{ فرع } اتفق أصحابنا علي أنه لا يجوز للشيخ العاجز والمريض الذى لا يرجى برؤه تعجيل الفدية قبل دخول رمضان ويجوز بعد طلوع فجر كل يوم وهل يجوز قبل الفجر في رمضان قطع الدارمي بالجواز وهو الصواب وقال صاحب البحر فيه احتمالان لوالده وليس بشئ ودليله القياس علي تعجيل الزكاة
[ CABANG ] Pengikut Madzhab Syafi’i sepakat bahwa bagi orang tua renta dan orang sakit keras yang sudah tidak dimungkinkan kesembuhannya tidak boleh menunaikan pembayaran fidyah sebelum memasuki bulan ramadlan dan boleh ditunaikan setelah terbitnya fajar disetiap hari ramadlan (yang ia tinggalkan puasanya). Pengarang Kitab al-bahr berkata ”Didalamnya mengandung dua kemungkinan dan ini bukanlah sesuatu masalah dengan dikiyaskan pada ta’jil az-zakat” . [ Al-majmuu’ Alaa Syarh al-Muhadzdzab VI/260 ].
Maka pembayaran fidyah menrut Ulama dari kalangan Madzhab Syafi’i adalah di laksanakan setelah memasuki bulan Ramadlan, baik di lakukan di awal bulan maupun di akhir bulan Ramadlan. Dan boleh juga di lakukan (diberikan) setiap hari sesuai puasa yang di tinggalkan. Adapun penjelasan yang tidak di perbolehkan itu adalah membayar fidya yang di dahulukan, contoh : kita membayar fidyah sekarang dan padahal tidak puasanya besok. Hal seperti ini tidak di perbolehkan, karena dengan kronologi seperti itu berarti “tidak puasa yang di rencanakan”. Mudah-mudahan bisa di mengerti.
أَيَّامًا مَّعْدُودَاتٍ ۚ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ ۚ وَأَن تَصُومُوا خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ (184)
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelummu agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183) (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada bari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Tafsir Ibnu Katsir Menjelaskan
وقال البخاري أيضا : حدثنا إسحاق ، أخبرنا روح ، حدثنا زكريا بن إسحاق ، حدثنا عمرو بن دينار ، عن عطاء سمع ابن عباس يقرأ : " وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين " . قال ابن عباس : ليست منسوخة ، هو للشيخ الكبير والمرأة الكبيرة لا يستطيعان أن يصوما ، فيطعمان مكان كل يوم مسكينا . وهكذا روى غير واحد عن سعيد بن جبير ، عن ابن عباس ، نحوه .
Imam Bukhari meriwayatkan dari Atha’, bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas membaca ayat: wa ‘alal ladziina yuthiiquunaHuu fidyatun tha’aamu miskiinin (“Dan bagi orang yang merasa berat menjalankannya [jika mereka tidak berpuasa] maka membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin.”) Kata Ibnu Abbas, “Ayat tersebut tidak dinasakh, karena yang dimaksudkan dalam ayat itu adalah orang tua laki-laki dan perempuan yang tidak mampu menjalankan ibadah puasa, maka ia harus memberikan makan setiap harinya seorang miskin.” Demikian pula diriwayatkan oleh beberapa periwayat dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas.
ولكن هل يجب عليه [ إذا أفطر ] أن يطعم عن كل يوم مسكينا إذا كان ذا جدة ؟ فيه قولان للعلماء ، أحدهما : لا يجب عليه إطعام ; لأنه ضعيف عنه لسنه ، فلم يجب عليه فدية كالصبي ; لأن الله لا يكلف نفسا إلا وسعها ، وهو أحد قولي الشافعي .
Dan tetapi hal tersebut di atas terdapat dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan tidak ada kewajiban baginya memberikan makan kepada orang miskin, karena usianya ia tidak sanggup memenuhinya, sehingga ia tidak diwajibkan membayar fidyah, seperti halnya bayi, karena Allah SWT. tidak akan membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya. Ini merupakan salah satu pendapat Imam Syafi’i. (Qoul Kodim)
والثاني وهو الصحيح ، وعليه أكثر العلماء : أنه يجب عليه فدية عن كل يوم ، كما فسره ابن عباس وغيره من السلف على قراءة من قرأ : ( وعلى الذين يطيقونه ) أي : يتجشمونه ، كما قاله ابن مسعود وغيره ، وهو اختيار البخاري فإنه قال : وأما الشيخ الكبير إذا لم يطق الصيام ، فقد أطعم أنس بعد أن كبر عاما أو عامين كل يوم مسكينا خبزا ولحما ، وأفطر .
Sedangkan pendapat kedua dan merupakan pendapat yang shahih dan yang menjadi pegangan mayoritas ulama, bahwa wajib baginya membayar fidyah untuk setiap hari puasa yang ditinggalkannya. Sebagaimana yang ditafsirkan oleh Ibnu Abbas dan beberapa ulama salaf lainnya. Pendapat ini menjadi pilihan Imam al-Bukhari, ia mengatakan, mengenai orang yang sudah tua jika ia tidak mampu menjalankan puasa, maka ia harus membayar fidyah. Karena Anas ketika telah tua pernah setahun atau dua tahun ia tidak berpuasa dan memberi makan roti dan daging kepada seseorang miskin setiap hari.
وهذا الذي علقه البخاري قد أسنده الحافظ أبو يعلى الموصلي في مسنده ، فقال : حدثنا عبيد الله بن معاذ ، حدثنا أبي ، حدثنا عمران ، عن أيوب بن أبي تميمة قال : ضعف أنس [ بن مالك ] عن الصوم ، فصنع جفنة من ثريد ، فدعا ثلاثين مسكينا فأطعمهم . ورواه عبد بن حميد ، عن روح بن عبادة ، عن عمران وهو ابن حدير عن أيوب ، به . ورواه عبد أيضا ، من حديث ستة من أصحاب أنس ، عن أنس بمعناه .
Atsar mu’allaq yang diriwayatkan Imam-Bukhari telah disebutkan sanadnya oleh al-Hafiz Abu Ya’la al-Mushili dalam musnadnya, dari Ayub bin Abu Tamimah, katanya: “Anas tidak sanggup menjalankan ibadah puasa, lalu ia membuatkan bubur roti satu mangkok besar, kemudian mengundang tiga puluh orang miskin dan memberinya makan.” Demikian diriwayatkan oleh Abd bin Humaid, dari Ayub. Hal senada diriwayatkan pula oleh Abd, dari enam sahabat Anas, dari Anas.
ومما يلتحق بهذا المعنى : الحامل والمرضع ، إذا خافتا على أنفسهما أو ولديهما ، ففيهما خلاف كثير بين العلماء ، فمنهم من قال : يفطران ويفديان ويقضيان . وقيل : يفديان فقط ، ولا قضاء . وقيل : يجب القضاء بلا فدية . وقيل : يفطران ، ولا فدية ولا قضاء . وقد بسطنا هذه المسألة مستقصاة في كتاب الصيام الذي أفردناه . ولله الحمد والمنة .
Termasuk dalam pengertian ini adalah wanita hamil dan yang menyusui jika keduanya mengkhawatirkan keselamatan diri dan anak mereka. Dalam masalah ini terdapat banyak perbedaan pendapat di antara para ulama. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa keduanya (wanita hamil dan yang menyusui) boleh tidak berpuasa, tetapi membayar fidyah dan mengqadla puasanya.
Dan ada pula yang mengatakan wajib membayar fidyah saja dan tidak perlu mengqadla. Ada juga yang berpendapat, wanita hamil dan wanita yang sedang menyusui itu berkewajiban mengqadla puasa yang ditinggalkannya tanpa membayar fidyah. Tetapi ada juga yang berpendapat kedua wanita itu boleh berbuka dengan tanpa membayar fidyah dan tidak juga mengqadlanya.[Tafsir Ibn Katsir]
Kapan Waktu Pelaksana’annya?
تعجيل الفدية : - اختلف الفقهاء في مسألة ما إذا كان يجوز للشيخ العاجز والمريض الذي لا يرجى برؤه تعجيل الفدية ، فأجاز الحنفية دفع الفدية في أول الشهر كما يجوز دفعها في آخره . (حاشية ابن عابدين 2 / 119) وقال النووي : اتفق أصحابنا على أنه لا يجوز للشيخ العاجز والمريض الذي لا يرجى برؤه تعجيل الفدية قبل دخول رمضان ، ويجوز بعد طلوع فجر كل يوم ، وهل يجوز قبل الفجر في رمضان ؟ قطع الدارمي بالجواز وهو الصواب . (المجموع للنووي 6 / 260)
Ta’jiil (Mempercepat Waktu Pembayaran) Fidyah - Ulama Fiqh berbeda pendapat mengenai masalah Ta’jil Fidyah yang dikerjakan oleh orang tua renta dan orang sakit keras yang sudah tidak dimungkinkan kesembuhannya, Kalangan hanafiyah memperkenankan pembayaran Fidyah dilakukan oleh keduanya diawal bulan ramadlan seperti diperkenankannya membayarnya diakhir bulan.
Imam An-nawawy berkata “Pengikut Madzhab Syafi’i sepakat bahwa bagi orang tua renta dan orang sakit keras yang sudah tidak dimungkinkan kesembuhannya tidak boleh menunaikan pembayaran fidyah sebelum memasuki bulan ramadlan dan boleh ditunaikan setelah terbitnya fajar disetiap hari ramadlan (yang ia tinggalkan puasanya), Apakah boleh ditunaikan sebelum terbitnya fajar ? Imam ad-Daroomi memastikan kebolehannya dan inilah pendapat yang benar. [ Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah 32/68 ].
( كمفطر لكبر ) لا يطيق معه الصوم ، أو يلحقه به مشقة شديدة فإنه يجب عليه لكل يوم مد قال تعالى { وعلى الذين يطيقونه فدية طعام مسكين } المراد لا يطيقونه ، أو يطيقونه حال الشباب ثم يعجزون عنه بعد الكبر وروى البخاري أن ابن عباس وعائشة كانا يقرآن وعلى الذين يطوقونه ومعناه يكلفون الصوم فلا يطيقونه وكالكبير مريض لا يرجى برؤه... ( ، أو ) كذات ( حمل ، أو مرضع ) ولو لولد غيرها بأجرة ، أو دونها وقد أفطرتا فإنه يجب على كل منهما لكل يوم مد
(Keterangan seperti orang yang meninggalkan puasa karena ketuaannya) yang tidak kuat baginya menjalankan puasa, atau saat puasa ia menemukan kesulitan yang teramat sangat, maka wajib baginya setiap hri satu mud. - Allah berfirman “Dan atas orang yang tidak kuat menjalaninya wajib mengeluarkan fidyah makanan untuk orang-orang miskin” artinya tidak kuat menjalani puasa atau saat muda ia kuat kemudian setelah tua ia tidak kuat.
Seperti halnya orang tua renta adalah orang sakit yang tidak lagi diharapkan kesembuhannya. (atau bagi wanita hamil dan menyusui) meskipun menyusui anak orang lain karena diberi upah atau karena lainnya dan mereka berdua meninggalkan puasa maka wajib bagi mereka mengeluarkan setiap hari satu mud (disamping mengqadlai puasanya). [ Syarh al-Bahjah al-Wardiyyah VII/148 ].
قال الرملي الشافعي رحمه الله: ويتخير في إخراجها بين تأخيرها وبين إخراج قيمة كل يوم فيه أو بعد فراغه، ولا يجوز تعجيل شيء منها لما فيه من تقديمها على وجوبه. انتهى.
Imam ar-Romly dari madhab As-Syafi’i berpendapat “Dalam pelaksanaan pembayaran fidyah diperkenankan memilih waktunya antara mengakhirkannya (di akhir bulan ramadlan) dan antara mengeluarkan nilai harga fidyahnya disetiap hari atau setelah selesainya tiap hari ramadlan dan tidak diperbolehkan mempercepat pembayarannya karena artinya mendahulukan pelaksanaannya sebelum waktu diwajibkannya”
{ فرع } اتفق أصحابنا علي أنه لا يجوز للشيخ العاجز والمريض الذى لا يرجى برؤه تعجيل الفدية قبل دخول رمضان ويجوز بعد طلوع فجر كل يوم وهل يجوز قبل الفجر في رمضان قطع الدارمي بالجواز وهو الصواب وقال صاحب البحر فيه احتمالان لوالده وليس بشئ ودليله القياس علي تعجيل الزكاة
[ CABANG ] Pengikut Madzhab Syafi’i sepakat bahwa bagi orang tua renta dan orang sakit keras yang sudah tidak dimungkinkan kesembuhannya tidak boleh menunaikan pembayaran fidyah sebelum memasuki bulan ramadlan dan boleh ditunaikan setelah terbitnya fajar disetiap hari ramadlan (yang ia tinggalkan puasanya). Pengarang Kitab al-bahr berkata ”Didalamnya mengandung dua kemungkinan dan ini bukanlah sesuatu masalah dengan dikiyaskan pada ta’jil az-zakat” . [ Al-majmuu’ Alaa Syarh al-Muhadzdzab VI/260 ].
Kesimpulan
Maka pembayaran fidyah menrut Ulama dari kalangan Madzhab Syafi’i adalah di laksanakan setelah memasuki bulan Ramadlan, baik di lakukan di awal bulan maupun di akhir bulan Ramadlan. Dan boleh juga di lakukan (diberikan) setiap hari sesuai puasa yang di tinggalkan. Adapun penjelasan yang tidak di perbolehkan itu adalah membayar fidya yang di dahulukan, contoh : kita membayar fidyah sekarang dan padahal tidak puasanya besok. Hal seperti ini tidak di perbolehkan, karena dengan kronologi seperti itu berarti “tidak puasa yang di rencanakan”. Mudah-mudahan bisa di mengerti.
Kami sangat ingin memanjakan anda dalam belajar, IQRO.NET sangat membutuhkan saran anda dalam mewujudkan hal itu, Salah satunya adalah kami ingin memberitahukan anda ketika kami update Artikel menggunakan RSS atau menggunakan email, silahkan.
Sengaja banyak catatan yang belum selesai, kami ingin tau seberapa perduli anda kepada ilmu, terutama masalah muamalah, biasanya akan terurai pada kolom komentar.
0 Response to "Pengertian Fidyah Dan Pelaksanaannya"
Post a Comment