Fardhu-fardhu Dalam Wudhu

Fardhu-fardhu dalam wudhu. Fardhu adalah ketetapan atau rukun yang harus dilakukan oleh orang yang berwudhu agar wudhunya sah, adapun dasar hukum fardhu wudhu adalah surah al Maidah ayat ke-6 yang telah di sebutkan di artikel sebelumnya, menurut madzhab al Imam Abu Hanifah fardhu wudhu hanya teringkas pada empat hal yang disebutkan dalam ayat tersebut, yaitu membasuh wajah, membasuh tangan sampai kedua siku, mengusap / menyapu kepala, membasuh kaki sampai dua mata kaki, dan menurut madzhab ini jika seseorang hanya melakukan terbatas dengan apa yang disebutkan pada ayat tersebut, maka wudhunya sah dan otomatis sholatnyapun sah dan boleh melakukan segala sesuatu perbuatan yang memerlukan wudhu untuk membolehkannya.

Dalam masalah fardhu wudhu, seluruh ulama telah sepakat bahwa fardhu wudhu adalah yang telah disebutkan dalam ayat tersebut, sebagaimana telah dikutip diatas bahwa madzhab Hanafiyah tidak menambahkan fardhu-fardhu tersebut sedikitpun.

Menurut madzhab al Imam Malik bin Anas ( Malikiyah ) fardhu wudhu terdiri dari tujuh hal; yaitu niat, membasuh wajah, membasuh dua tangan sampai dua siku-nya, menyapu seluruh kepala, membasuh kaki sampai dua mata kaki-nya, muwalat الموالة   yaitu berturut-turut, dalam artian dilakukan bersambung dari satu anggota basuhan ke anggota yang lain tanpa ada jeda waktu yang lama, yang terakhir menggosok ( الدلك ) anggota wudhu disetiap basuhannya.

Sedangkan menurut madzhab al Imam asy Syafi'i, fardhu wudhu terdiri dari enam hal yaitu pertama niat sebagaimana madzhab malikiyah meletakkan niyat dalam bagian fardhu wudhu, adapun dalil yang digunakan adalah surah al Bayyinah ayat ke 5

Dan hadits masyhur yang berbunyi :   اِنَّمَا الْاَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ
Ini adalah pendapat yang diutarakan oleh Imam Syafi'i, Imam Malik, Imam Ahmad, dan Abu Tsaur. Antara madzhab Imam Malik dan Imam Syafi'i berakuran dalam masalah niat baik secara  pengertian, tatacara niyat, waktu, dan tempat niat, namun keduanya berbeda faham pada dua masalah yaitu pada masalah bertepatannya dengan membasuh muka, dalam madzhab Syafi'iyah niat harus diucapkan dalam hati berbarengan ketika membasuh muka dan jika tidak, maka wudhu yang dilakukan tidak sah, sedangkan dalam madzhab Malikiyah hal tersebut tidak disyaratkan dalam niyat wudhu apakah harus berbarengan dengan membasuh muka, maupun diucapkan terlebih dahulu sebelum memulai berwudhu tetapi jarak yang tercipta antara niyat dan pekerjaan wudhu tetap dianggap يسيرا , artinya tidak terlalu jauh dan masih dalam hitungan 'uruf atau kebiasaan.

Masalah yang kedua adalah arah dari niyat tersebut, menurut madzhab Syafi'iyah; niyat mengangkat hadats dalam wudhu tidak sah secara mutlak dan ini sema dengan apa yang diutarakan oleh madzham Malikiyah, bahkan niyat itu sah menurut qoul shahih. Adapun untuk orang atau keadaan yang mendapatkan udzur seperti orang yang senantiasa berhadats, maka orang tersebut diperbolehkan berwudhu dengan niyat untuk "memperbolehkannya" untuk sholat, menyentuh mushhaf dan hal lainnya yang membutuhkan wudhu, atau orang tersebut berniat untuk menunaikan kefardhu-an wudhu أداء فرض الوضوء. Dan hal itu dikarenakan hadatsnya tidak mampu terangkat atau hilang dengan wudhu, bila seseorang berwudhu dengan niat untuk mengangkat hadats maka hadats tersebut tidak mampu terangkat, karena Syaari'  الشّارع  ( pembuat syari'at, Allah SWT dan Nabi SAW ) menetapkan wudhu untuk memperbolehkan sholat dan hal lainnya

Kedua membasuh muka dengan batasan-batasan yang telah kita ketahui, yang ketiga membasuh kedua tangan beserta dua siku-nya, keempat menyapu sebagian kepala walaupun sedikit, ini berbeda dengan pendapat yang diutarakan oleh Madzhab Malikiyah dan Imam Malik yang mengatakan bahwa menyapu kewajiban menyapu kepala adalah seluruh kepala karena ayatnya berbunyi     وَ امْسَحُوْا بِرُؤُوْسِكُمْ   yang menunjukkan bahwa kepala dalam ayat ini adalah mutlak kepala, dalam kaidah ushul fiqh disebutkan اِذَا اُطْلِقَ الشَّيْئُ يَعُوْدُاِلَى فَرْدٍ كَامِلٍ  yang artinya apabila sesuatu disebutkan dalam bentuk mutlak, maka yang dimaksud adalah bagian yang sempurna, maka dengan ini mereka berpendapat bahwa kepala yang dimaksud adalah kepala secara keseluruhan, dalam kitab Bidayah al Mujtahid karya Imam Ibnu Rusydi dikatakan :” Imam Syafi’i, sebagian Ashhab Malik, dan Imam Abu Hanifah berpendapat, bahwa kefardhuan dalam menyapu kepala adalah sebagian kepala, dan diantara Ashhab Malik ada yang membatasi sebagian dengan sepertiga, dan ada pula diantara mereka yang menbatasi dengan dua pertiga

Menurut Imam Abu Hanifah, yang dimaksud kepala dalam ayat ini adalah seperempat bagian kepala, karena setelah kata-kata  وَامْسَحُوْا  diiringi dengan huruf ba’ (باء)   yang berfaidah للإلصاق   yaittu berarti menempelkan, dan ke-ilshokan-an tersebut memberi tahu bahwa yang dimaksud dalam ayat itu adalah seperempat

Menurut Imam Syafi’i, yang dimaksud kepala adalah sebagiannya, karena beliau madzhab ini berpendapat bahwa huruf ba’ (باء)  yang ada di awal kata بِرُؤُوْسِكُمْ berfaidah للتبعيض yang berarti membagi-bagi menjadi bagian, dan juga sebagaimana yang telah dipraktekkan oleh Nabi SAW dalam hadits shohih, bahwa Nabi SAW pernah hanya menyapu ujung rambutnya atau ubun-ubun ( jambul ناصية / عِمامة )

Adapun pendapat Imam Ahmad bin Hanbal pada masalah ini ada dua riwayat, yang pertama sesuai dengan pendapat Imam Syafi’i, yang kedua sesuai dengan Imam Malik, sebagaimana telah ditahqiq oleh al Kharaqi rahimahullahu . Fardhu  wudhu yang kelima menurut Imam Syafi’i, adalah membasuh kaki, yang keenam tertib, artinya beraturan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam al Qur’an dan hadits Nabi SAW.

Adapun fardhu-fardhu wudhu menurut madzhab Imam Ahmad bin Hanbal  (hanabilah)  itu ada enam hal., yaitu seperti apa yang telah di sebutkan di artikel sebelumnya, yaitu yang tertera dalam surah al Maidah ayat ke-6, namun mereka menambahkan dua hal; yaitu tartib dan muwalat di akhir fardhu-fardhu wudhu, namun tanpa ada kefardhuan niat di awalnya.

Untuk artikel yng saya maksud sebelumnya adalah pada Pengertian Wudhu
Kami sangat ingin memanjakan anda dalam belajar, IQRO.NET sangat membutuhkan saran anda dalam mewujudkan hal itu, Salah satunya adalah kami ingin memberitahukan anda ketika kami update Artikel menggunakan RSS atau menggunakan email, silahkan.
Sengaja banyak catatan yang belum selesai, kami ingin tau seberapa perduli anda kepada ilmu, terutama masalah muamalah, biasanya akan terurai pada kolom komentar.

0 Response to "Fardhu-fardhu Dalam Wudhu"

Post a Comment