Bagaimana Hukum Memakai Mukna Warna Warni

Ketika kita menjumpai dua hukum yang berbeda dalam penafsiran, maka hendaklah kita mengambil hukum yang lebih kuat, Bagaimana kalau hukum itu sama kuatnya? Maka hendaknya kita ambil yang berlaku di wilayah itu. Lalau bagaimana bila kedua hukum itu sama berlakunya di wilayah itu? Maka kita hendaklah mengambil yang paling minim terjadinya sebab, menjadi perbincangan di sekeliling kita.

Berasal pertanyaan dari sini : Lalu bagaimana hukumnya memakai mukna yang berwarna warni? Untuk menemukan hukum masalah ini maka kita harus meninjau dari segi Ijma Ulama dalam metode melahirkan sebuah hukum. Dalam masalah hukum tentu saja kita tidak boleh gegabah mengambil langkah, terlebih yang kita bahas tidak ada Nas yang Qoth’i. Mari sejenak kita telusuri perlahan-lahan dalam pendalilan.


Bolehnya Memakai Warna Warni

وَكُنْتُ آتِي عَائِشَةَ أَنَا وَعُبَيْدُ بْنُ عُمَيْرٍ وَهِيَ مُجَاوِرَةٌ فِي جَوْفِ ثَبِيرٍ قُلْتُ وَمَا حِجَابُهَا قَالَ هِيَ فِي قُبَّةٍ تُرْكِيَّةٍ لَهَا غِشَاءٌ وَمَا بَيْنَنَا وَبَيْنَهَا غَيْرُ ذَلِكَ وَرَأَيْتُ عَلَيْهَا دِرْعًا مُوَرَّدًا

Dari jalur Atha’ dia berkata: “Dan aku bersama ‘Ubaid bin ‘Umair pernah menemui ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha yang sedang berada di sisi Gunung Tsabir. Aku (Ibnu Juraij) bertanya: “Hijabnya apa?” Ia menjawab: “Dia berada di dalam sebuah tenda kecil. Tenda itu memiliki penutup dan tidak ada pembatas antara aku dan beliau selain penutup itu, dan aku melihat beliau mengenakan gamis berwarna mawar.”

أن رفاعة طلق امرأته فتزوجها عبد الرحمن بن الزبير القرظي قالت عائشة وعليها خمار أخضر فشكت إليها وأرتها خضرة بجلدها فلما جاء رسول الله صلى الله عليه وسلم والنساء ينصر بعضهن بعضا قالت عائشة ما رأيت مثل ما يلقى المؤمنات لجلدها أشد خضرة من ثوبها

”Ikrimah menyebutkan : Bahwasanya Rifa’ah menceraikan istrinya yang kemudian dinikahi oleh ’Abdurrahman bin Az Zubair Al Quradhi. ’Aisyah berkata: ”Dia memakai khimar yang berwarna hijau, namun ia mengeluh sambil memperlihatkan warna hijau pada kulitnya”. Ketika Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam tiba  dan para wanita menolong satu kepada yang lainnya  maka ’Aisyah berkata: ”Aku tidak pernah melihat kondisi yang terjadi pada wanita-wanita beriman, warna kulit mereka lebih hijau daripada bajunya (karena kelunturan).” (HR Al Bukhari no. 5487).

أُتِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثِيَابٍ فِيهَا خَمِيصَةٌ سَوْدَاءُ صَغِيرَةٌ فَقَالَ مَنْ تَرَوْنَ أَنْ نَكْسُوَ هَذِهِ فَسَكَتَ الْقَوْمُ قَالَ ائْتُونِي بِأُمِّ خَالِدٍ فَأُتِيَ بِهَا تُحْمَلُ فَأَخَذَ الْخَمِيصَةَ بِيَدِهِ فَأَلْبَسَهَا وَقَالَ أَبْلِي وَأَخْلِقِي وَكَانَ فِيهَا عَلَمٌ أَخْضَرُ أَوْ أَصْفَرُ فَقَالَ يَا أُمَّ خَالِدٍ هَذَا سَنَاهْ وَسَنَاهْ بِالْحَبَشِيَّةِ حَسَنٌ

Dibawakan kepada Nabi sebuah kain yang di dalamnya ada pakaian kecil yang berwarna hitam. Maka beliau bersabda, “Menurut kalian siapa yang pantas kita pakaikan baju ini?” Maka para sahabat diam. Beliau bersabda, “Bawa Ummu Khalid ke sini,” maka Ummu Khalid pun dibawa kepada beliau, lalu beliau mengambil baju tersebut dan memakaikannya. Lalu beliau bersabda, “Semoga tahan lama hingga Allah menggantinya dengan yang baru.” Pada pakaian tersebut ada corak yang berwarna hijau atau kuning, dan beliau bersabda: “Wahai Ummu Khalid, ini sanah wa-sanah.” Sanah adalah perkataan bahasa Habasyah yang berarti bagus.”(HR.Bukhari nomor 5375).

عن أم سلمة قالت : لما نزلت يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ خرج نساء الأنصار كأن على رؤوسهن الغربان من الأكسية

” Dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha ia berkata, Ketika turun ayat “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka” (QS Al Ahzaab: 59), maka keluarlah wanita-wanita Anshar (dari rumah mereka) dimana seakan-akan di atas kepala mereka terdapat burung gagak dari pakaian (warna hitam) yang mereka kenakan.” (HR Abu Dawud, nomor 4101, shahih).


Larangan Menggunakan Warna Nyorak

Telah sampai kepada kita sebuah peringatan itu, yaitu menghindari pakaian yang nyorak sehingga bisa mengundang perhatian orang banyak. Beliau menyampaikan peringatan itu dengan ucapan berikut :

مَنْ لَبِسَ ثَوْبَ شُهْرَةٍ فِي الدُّنْيَا أَلْبَسَهُ اللَّهُ ثَوْبَ مَذَلَّةٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa yang memakai pakaian syuhroh di dunia, maka Allah akan memberinya pakaian hina pada hari kiamat.” (Ahmad, Abu Daud, Nasai dalam Sunan Al-Kubro statusnya hasan).

والمراد أن لا يلبس نهاية ما يكون من الحسن والجودة في الثياب على وجه يشار إليه بالأصابع ، أو يلبس نهاية ما يكون من الثياب الخَلِقِ – القديم البالي – على وجه يشار إليه بالأصابع , فإن أحدهما يرجع إلى الإسراف والآخر يرجع إلى التقتير ، وخير الأمور أوسطها

 “Maksud hadis, seseorang tidak boleh memakai pakaian yang sangat bagus dan indah, sampai mengundang perhatian banyak orang. Atau memakai pakaian yang sangat jelek “lusuh”, sampai mengundang perhatian banyak orang. Yang pertama, sebabnya karena berlebihan sementara yang kedua karena menunjukkan sikap terlalu pelit. Yang terbaik adalah pertengahan.” (al-Mabsuth, 30:268)

Kita bisa mengambil kesimpulan dari keterangan di atas, bahwa pakaian yang mengundang perhatian banyak orang termasuk jenis pakaian syuhrah. Karena itu, dikhawatirkan mereka yang memakai mukena warna-warni atau semacamnya, termasuk dalam ancaman hadis di atas. Allahu a’lam, perlu diwaspadai saja.


Anjuran Rasulullah Dalam Memilih Warna

أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ قَالَ سَمِعْتُ سَعِيدَ بْنَ أَبِي عَرُوبَةَ يُحَدِّثُ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ أَبِي قِلَابَةَ عَنْ أَبِي الْمُهَلَّبِ عَنْ سَمُرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمْ الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا أَطْهَرُ وَأَطْيَبُ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ قَالَ يَحْيَى لَمْ أَكْتُبْهُ قُلْتُ لِمَ قَالَ اسْتَغْنَيْتُ بِحَدِيثِ مَيْمُونِ بْنِ أَبِي شَبِيبٍ عَنْ سَمُرَةَ

Pakailah pakaian kalian yang berwarna putih, karena itu lebih bersih dan lebih baik. Dan kafanilah orang yang meninggal di antara kalian dengannya. Yahya berkata, Aku belum menulisnya (hadits ini). Aku berkata, kenapa? ia menjawab, Aku telah mencukupkan diri dengan hadits Maimun bin Abu Syabib bin Samuroh. [HR. Nasai No.5227. dan No.5228]. Pada redaksi lain disebutkan :

الْبَسُوا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا خَيْرُ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ

“Pakailah pakaian putih karena pakaian seperti itu adalah sebaik-baik pakaian kalian dan kafanilah mayit dengan kain putih pula” (HR. Abu Daud no. 4061, Ibnu Majah no. 3566 dan An Nasai no. 5324, dan no. 5325. Bukhari no. 5827, Muslim no. 94 Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).


Mengapa Rasulullah Memprioritaskan Warna Putih?

لِأَنَّهُ يَظْهَر فِيهَا مِنْ الْوَسَخ مَا لَا يَظْهَر فِي غَيْرهَا فَيُزَال وَكَذَا يُبَالَغ فِي تَنْظِيفهَا مَا لَا يُبَالَغ فِي غَيْرهَا وَلِذَا قَالَ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّهَا أَطْهَر وَأَطْيَب

“Karena pakaian putih sangat jelas bila terdapat kotoran yang hal ini tidak tampak pada pakaian warna lainnya. Begitu pula pencuciannya lebih diperhatikan daripada pencucian dalam pakaian lainnya. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai menyebut pakain putih sebagai pakaian yang lebih bersih dan lebih baik.”( Hasyiyah As Sindi)


Kesimpulan

“Ibnul Atsir menyampaikan masalah syuhrah, ‘As-Syuhrah artinya ter-nampakkannya sesuatu. Jadi maksudnya ialah, pakaiannya mudah dikenali di tengah-tengah banyak orang karena perbedaan warnanya dari warna-warna kebanyakan orang, sehingga mereka mendongakkan pandangan kepadanya, dan dia pun bersikap angkuh dan sombong terhadap mereka.’”(kitab Nail Al Authar -II: 94-).

Mengenai warna sesungguhnya apabila berdasarkan penjelasan diatas maka menggantungkan kepada tradisi, sebab pakaian syuhrah juga bisa berbeda-beda hukumnya berdasarkan kebiasaan setempat atau wilayah. Sebagai contoh, Muslimah di wilayah Afrika Tengah kebanyakan mengenakan pakaian shalat berwarna-warna, Muslimah di Timur Tengah kebanyakan mengenakan pakaian shalat berwarna hitam, dan Muslimah di Asia Tenggara kebanyakan mengenakan pakaian shalat berwarna putih terhusus di Indonesia sendiri.

Berdasarkan dalil-dalil yang kami cantumkan diatas, pada dasarnya mengenakan pakaian dengan berbagai macam warna hukumnya boleh. Namun yang perlu diingat adalh pakaian-pakaian tertentu dapat menjadi pakaian syuhrah jika bertentangan dengan kebiasa’an di wilayah tersebut. Maka, bagi Muslimah di Indonesia, mencukupkan diri dengan mukena berwarna putih itu lebih utama sesuai perintah, karena lebih terhindar dari pakaian syuhrah. Baca Juga Cara Memakai Mukna Yang Benar Waktu Shalat

Allah wa Rasuluhu A’lam.



Referensi : Dalil yang ini
والمراد أن لا يلبس نهاية ما يكون من الحسن والجودة في الثياب على وجه يشار إليه بالأصابع ، أو يلبس نهاية ما يكون من الثياب الخَلِقِ – القديم البالي – على وجه يشار إليه بالأصابع , فإن أحدهما يرجع إلى الإسراف والآخر يرجع إلى التقتير ، وخير الأمور أوسطها
Kami kutip dari dewan konsultasi.
Kami sangat ingin memanjakan anda dalam belajar, IQRO.NET sangat membutuhkan saran anda dalam mewujudkan hal itu, Salah satunya adalah kami ingin memberitahukan anda ketika kami update Artikel menggunakan RSS atau menggunakan email, silahkan.
Sengaja banyak catatan yang belum selesai, kami ingin tau seberapa perduli anda kepada ilmu, terutama masalah muamalah, biasanya akan terurai pada kolom komentar.

2 Responses to "Bagaimana Hukum Memakai Mukna Warna Warni"