Orang Tua (Wali) juga tidak boleh sewenang-wenang, harus tetap meminta persetujuan pada anak wanitanya yang akan dinikahkan, sebagaimana tidak sahnya pernikahan tanpa wali, [baca : Bagaimana Hukum Nikah Tanpa Wali]. Tetapi bukan berarti orang tua boleh se’enaknya, karena semua telah ada aturannya. Berikut minimal anda (para orang tua) harus ketahui walaupun selama ini belum kita terapkan. Siti Aisyah pernah menanyakan kepada Rasulullah seperti berikut :
عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، تُسْتَأْمَرُ النّسَاءُ فِى اَبْضَاعِهِنَّ؟ قَالَ: نَعَمْ. قُلْتُ: فَاِنَّ اْلبِكْرَ تُسْتَأْمَرُ فَتَسْتَحِى فَتَسْكُتُ. قَالَ: سُكَاتُهَا اِذْنُهَا. البخارى 8: 57
Dari ‘Aisyah RA, ia berkata : Aku pernah bertanya, “Ya Rasulullah, apakah wanita-wanita itu (harus) diminta idzinnya dalam urusan perkawinan mereka ?”. Beliau menjawab, “Ya”. Aku bertanya lagi, “Sesungguhnya seorang gadis (apabila) diminta idzinnya ia malu dan diam”. Rasulullah SAW menjawab, “Diamnya itulah idzinnya”. [HR. Bukhari juz 8, hal. 57]
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص عَنِ اْلجَارِيَةِ يُنْكِحُهَا اَهْلُهَا، اَ تُسْتَأْمَرُ اَمْ لاَ؟ فَقَالَ لَهَا رَسُوْلُ اللهِ ص: نَعَمْ، تُسْتَأْمَرُ. فَقَالَتْ عَائِشَةُ: فَقُلْتُ لَهُ: فَاِنَّهَا تَسْتَحْيِ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: فَذلِكَ اِذْنُهَا اِذَا هِيَ سَكَتَتْ. مسلم 2: 1037
Dari ‘Aisyah, ia berkata : Aku bertanya kepada Rasulullah SAW tentang jariyah yang dinikahkan oleh tuannya, apakah ia dimintai persetujuannya atau tidak ? Maka Rasulullah SAW bersabda, “Ya, dimintai persetujuannya”. Maka ‘Aisyah berkata : Lalu aku berkata kepada Rasulullah SAW, “(Ya Rasulullah), padahal dia malu”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Itulah keridloannya apabila ia diam”. [HR. Muslim juz 2, hal. 1037]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اْليَتِيْمَةُ تُسْتَأْمَرُ فِى نَفْسِهَا، فَاِنْ صَمَتَتْ فَهُوَ اِذْنُهَا. وَ اِنْ اَبَتْ فَلاَ جَوَازَ عَلَيْهَا. الترمذى 2: 288، رقم: 1115
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Gadis yatim dimintai persetujuannya tentang urusan dirinya, kemudian jika ia diam, maka itulah idzinnya, tetapi jika ia menolak, maka tidak boleh memaksanya”. [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 288, no. 1115]
Bagaimana Bila Anakanya Tidak Suka?
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ يَزِيْدَ وَ مُجَمَّعِ بْنِ يَزِيْدَ اْلاَنْصَارِيَّيْنِ اَنَّ رَجُلاً مِنْهُمْ يُدْعَى خِذَامًا اَنْكَحَ ابْنَةً لَهُ، فَكَرِهَتْ نِكَاحَ اَبِيْهَا. فَاَتَتْ رَسُوْلَ اللهِ ص فَذَكَرَتْ لَهُ. فَرَدَّ عَلَيْهَا نِكَاحَ اَبِيْهَا. فَنَكَحَتْ اَبَا لُبَابَةَ بْنَ عَبْدِ اْلمُنْذِرِ. ابن ماجه 1: 602، رقم: 1873
Dari ‘Abdur Rahman bin Yazid Al-ANshariy dan Mujamma’ bin Yazid Al-Anshariy, bahwasanya ada seorang laki-laki diantara mereka yang bernama Khidzam menikahkan anak perempuannya, padahal anak perempuan itu tidak suka dengan laki-laki yang dinikahkan ayahnya. Maka ia datang kepada Rasulullah SAW, lalu menceritakan hal itu, maka Nabi SAW membathalkan pernikahan itu, kemudian anak perempuan itu menikah dengan Abu Lubabah bin ‘Abdul Mundzir. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 602, no 1873]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ جَارِيَةً بِكْرًا اَتَتِ النَّبِيَّ ص، فَذَكَرَتْ لَهُ اَنَّ اَبَاهَا زَوَّجَهَا وَ هِيَ كَارِهَةٌ، فَخَيَّرَهَا النَّبِيُّ ص. ابن ماجه 1: 603، رقم: 1875
Dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya ada seorang gadis datang kepada Nabi SAW, lalu ia melaporkan kepada beliau bahwa ayahnya telah menikahkannya, sedangkan ia tidak suka. Lalu Nabi SAW menyuruhnya untuk memilih (dibathalkan atau tidak). [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 603, no. 1875]
عَنِ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ اَبِيْهِ قَالَ: جَاءَتْ فَتَاةٌ اِلَى النَّبِيّ ص فَقَالَتْ: اِنَّ اَبِى زَوَّجَنِى ابْنَ اَخِيْهِ لِيَرْفَعَ خَسِيْسَتَهُ. قَالَ: فَجَعَلَ اْلاَمْرَ اِلَيْهَا. فَقَالَتْ: قَدْ اَجَزْتُ مَا صَنَعَ اَبِى وَلكِنْ اَرَدْتُ اَنْ تَعْلَمَ النّسَاءُ اَنْ لَيْسَ اِلىَ اْلآبَاءِ مِنَ اْلاَمْرِ شَيْءٌ. ابن ماجه 1: 602، رقم: 1874
Dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya, ia berkata : Datang seorang gadis kepada Nabi SAW, lalu ia berkata, “(Ya Rasulullah), sesungguhnya ayahku menikahkan aku dengan anak saudaranya agar derajatnya meningkat”. (Buraidah berkata) : Lalu Rasulullah menyerahkan urusan itu kepada gadis tersebut (untuk memilihnya). Kemudian wanita itu berkata, “Sesungguhnya aku rela dengan apa yang diperbuat ayahku, hanyasaja aku ingin agar para wanita mengetahui bahwasanya para bapak itu tidak berhak memaksa anaknya sedikitpun”. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 602, no. 1874]
Bagaimana Jika Anaknya Janda?
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: لاَ تُنْكَحُ اْلاَيّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ، وَ لاَ تُنْكَحُ اْلبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَ كَيْفَ اِذْنُهَا؟ قَالَ: اَنْ تَسْكُتَ. مسلم 2: 1036
Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Seorang janda tidak boleh dinikahkan sehingga ia diajak musyawarah, dan seorang gadis tidak boleh dinikahkan sehingga dimintai idzinnya”. Mereka bertanya, “Ya Rasulullah, lalu bagaimana idzinnya ?”. Rasulullah SAW menjawab, “(Idzinnya) ia diam”. [HR. Muslim juz 2, hal. 1036]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: اَلاَيّمُ اَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيّهَا، وَ اْلبِكْرُ تُسْتَأْذَنُ فِى نَفْسِهَا. وَ اِذْنُهَا صُمَاتُهَا؟ قَالَ: نَعَمْ. مسلم 2: 1037
Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Janda itu lebih berhak atas dirinya dari pada walinya, sedangkan gadis dimintai idzinnya. (Shahabat bertanya), “Dan idzinnya itu adalah diamnya?”. Beliau menjawab, “Ya”. [HR. Muslim juz 2, hal. 1037]
عَنْ خَنْسَاءَ بِنْتِ خِذَامٍ اْلاَنْصَارِيَّةِ اَنَّ اَبَاهَا زَوَّجَهَا وَ هِيَ ثَيّبٌ فَكَرِهَتْ ذلِكَ، فَاَتَتْ رَسُوْلَ اللهِ ص، فَرَدَّ نِكَاحَهُ. البخارى 6: 135
Dari Khansa’ binti Khidzam Al-Anshariyyah, bahwasanya ayahnya telah menikahkannya, sedangkan ia adalah seorang janda, dan ia tidak suka yang demikian itu, lalu ia datang kepada Rasulullah SAW (melaporkannya), maka Rasulullah SAW membathalkan pernikahan itu. [HR. Bukhari juz 6, hal. 135]
عَنْ خَنْسَاءَ بِنْتِ خِذَامٍ اْلاَنْصَارِيَّةِ اَنَّ اَبَاهَا زَوَّجَهَا وَ هِيَ ثَيّبٌ فَكَرِهَتْ ذلِكَ. فَجَائَتْ رَسُوْلَ اللهِ ص فَذَكَرَتْ لَهُ فَرَدَّ نِكَاحَهَا. ابو داود 2: 233، رقم: 2101
Dari Khansa’ binti Khidzam Al-Anshariyah, bahwa ayahnya telah menikahkannya, padahal ia seorang janda, lalu ia tidak menyukai yang demikian itu, lalu ia datang kepada Rasulullah SAW dan melaporkan peristiwa itu, maka Rasulullah SAW membatalkan pernikahannya”. [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 233, no. 2101].
عَنْ عَائِشَةَ رض قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، تُسْتَأْمَرُ النّسَاءُ فِى اَبْضَاعِهِنَّ؟ قَالَ: نَعَمْ. قُلْتُ: فَاِنَّ اْلبِكْرَ تُسْتَأْمَرُ فَتَسْتَحِى فَتَسْكُتُ. قَالَ: سُكَاتُهَا اِذْنُهَا. البخارى 8: 57
Dari ‘Aisyah RA, ia berkata : Aku pernah bertanya, “Ya Rasulullah, apakah wanita-wanita itu (harus) diminta idzinnya dalam urusan perkawinan mereka ?”. Beliau menjawab, “Ya”. Aku bertanya lagi, “Sesungguhnya seorang gadis (apabila) diminta idzinnya ia malu dan diam”. Rasulullah SAW menjawab, “Diamnya itulah idzinnya”. [HR. Bukhari juz 8, hal. 57]
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ ص عَنِ اْلجَارِيَةِ يُنْكِحُهَا اَهْلُهَا، اَ تُسْتَأْمَرُ اَمْ لاَ؟ فَقَالَ لَهَا رَسُوْلُ اللهِ ص: نَعَمْ، تُسْتَأْمَرُ. فَقَالَتْ عَائِشَةُ: فَقُلْتُ لَهُ: فَاِنَّهَا تَسْتَحْيِ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: فَذلِكَ اِذْنُهَا اِذَا هِيَ سَكَتَتْ. مسلم 2: 1037
Dari ‘Aisyah, ia berkata : Aku bertanya kepada Rasulullah SAW tentang jariyah yang dinikahkan oleh tuannya, apakah ia dimintai persetujuannya atau tidak ? Maka Rasulullah SAW bersabda, “Ya, dimintai persetujuannya”. Maka ‘Aisyah berkata : Lalu aku berkata kepada Rasulullah SAW, “(Ya Rasulullah), padahal dia malu”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Itulah keridloannya apabila ia diam”. [HR. Muslim juz 2, hal. 1037]
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اْليَتِيْمَةُ تُسْتَأْمَرُ فِى نَفْسِهَا، فَاِنْ صَمَتَتْ فَهُوَ اِذْنُهَا. وَ اِنْ اَبَتْ فَلاَ جَوَازَ عَلَيْهَا. الترمذى 2: 288، رقم: 1115
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Gadis yatim dimintai persetujuannya tentang urusan dirinya, kemudian jika ia diam, maka itulah idzinnya, tetapi jika ia menolak, maka tidak boleh memaksanya”. [HR. Tirmidzi juz 2, hal. 288, no. 1115]
Bagaimana Bila Anakanya Tidak Suka?
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمنِ بْنِ يَزِيْدَ وَ مُجَمَّعِ بْنِ يَزِيْدَ اْلاَنْصَارِيَّيْنِ اَنَّ رَجُلاً مِنْهُمْ يُدْعَى خِذَامًا اَنْكَحَ ابْنَةً لَهُ، فَكَرِهَتْ نِكَاحَ اَبِيْهَا. فَاَتَتْ رَسُوْلَ اللهِ ص فَذَكَرَتْ لَهُ. فَرَدَّ عَلَيْهَا نِكَاحَ اَبِيْهَا. فَنَكَحَتْ اَبَا لُبَابَةَ بْنَ عَبْدِ اْلمُنْذِرِ. ابن ماجه 1: 602، رقم: 1873
Dari ‘Abdur Rahman bin Yazid Al-ANshariy dan Mujamma’ bin Yazid Al-Anshariy, bahwasanya ada seorang laki-laki diantara mereka yang bernama Khidzam menikahkan anak perempuannya, padahal anak perempuan itu tidak suka dengan laki-laki yang dinikahkan ayahnya. Maka ia datang kepada Rasulullah SAW, lalu menceritakan hal itu, maka Nabi SAW membathalkan pernikahan itu, kemudian anak perempuan itu menikah dengan Abu Lubabah bin ‘Abdul Mundzir. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 602, no 1873]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ جَارِيَةً بِكْرًا اَتَتِ النَّبِيَّ ص، فَذَكَرَتْ لَهُ اَنَّ اَبَاهَا زَوَّجَهَا وَ هِيَ كَارِهَةٌ، فَخَيَّرَهَا النَّبِيُّ ص. ابن ماجه 1: 603، رقم: 1875
Dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya ada seorang gadis datang kepada Nabi SAW, lalu ia melaporkan kepada beliau bahwa ayahnya telah menikahkannya, sedangkan ia tidak suka. Lalu Nabi SAW menyuruhnya untuk memilih (dibathalkan atau tidak). [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 603, no. 1875]
عَنِ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ اَبِيْهِ قَالَ: جَاءَتْ فَتَاةٌ اِلَى النَّبِيّ ص فَقَالَتْ: اِنَّ اَبِى زَوَّجَنِى ابْنَ اَخِيْهِ لِيَرْفَعَ خَسِيْسَتَهُ. قَالَ: فَجَعَلَ اْلاَمْرَ اِلَيْهَا. فَقَالَتْ: قَدْ اَجَزْتُ مَا صَنَعَ اَبِى وَلكِنْ اَرَدْتُ اَنْ تَعْلَمَ النّسَاءُ اَنْ لَيْسَ اِلىَ اْلآبَاءِ مِنَ اْلاَمْرِ شَيْءٌ. ابن ماجه 1: 602، رقم: 1874
Dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya, ia berkata : Datang seorang gadis kepada Nabi SAW, lalu ia berkata, “(Ya Rasulullah), sesungguhnya ayahku menikahkan aku dengan anak saudaranya agar derajatnya meningkat”. (Buraidah berkata) : Lalu Rasulullah menyerahkan urusan itu kepada gadis tersebut (untuk memilihnya). Kemudian wanita itu berkata, “Sesungguhnya aku rela dengan apa yang diperbuat ayahku, hanyasaja aku ingin agar para wanita mengetahui bahwasanya para bapak itu tidak berhak memaksa anaknya sedikitpun”. [HR. Ibnu Majah juz 1, hal. 602, no. 1874]
Bagaimana Jika Anaknya Janda?
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص قَالَ: لاَ تُنْكَحُ اْلاَيّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ، وَ لاَ تُنْكَحُ اْلبِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ. قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَ كَيْفَ اِذْنُهَا؟ قَالَ: اَنْ تَسْكُتَ. مسلم 2: 1036
Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Seorang janda tidak boleh dinikahkan sehingga ia diajak musyawarah, dan seorang gadis tidak boleh dinikahkan sehingga dimintai idzinnya”. Mereka bertanya, “Ya Rasulullah, lalu bagaimana idzinnya ?”. Rasulullah SAW menjawab, “(Idzinnya) ia diam”. [HR. Muslim juz 2, hal. 1036]
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: اَلاَيّمُ اَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيّهَا، وَ اْلبِكْرُ تُسْتَأْذَنُ فِى نَفْسِهَا. وَ اِذْنُهَا صُمَاتُهَا؟ قَالَ: نَعَمْ. مسلم 2: 1037
Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi SAW bersabda, “Janda itu lebih berhak atas dirinya dari pada walinya, sedangkan gadis dimintai idzinnya. (Shahabat bertanya), “Dan idzinnya itu adalah diamnya?”. Beliau menjawab, “Ya”. [HR. Muslim juz 2, hal. 1037]
عَنْ خَنْسَاءَ بِنْتِ خِذَامٍ اْلاَنْصَارِيَّةِ اَنَّ اَبَاهَا زَوَّجَهَا وَ هِيَ ثَيّبٌ فَكَرِهَتْ ذلِكَ، فَاَتَتْ رَسُوْلَ اللهِ ص، فَرَدَّ نِكَاحَهُ. البخارى 6: 135
Dari Khansa’ binti Khidzam Al-Anshariyyah, bahwasanya ayahnya telah menikahkannya, sedangkan ia adalah seorang janda, dan ia tidak suka yang demikian itu, lalu ia datang kepada Rasulullah SAW (melaporkannya), maka Rasulullah SAW membathalkan pernikahan itu. [HR. Bukhari juz 6, hal. 135]
عَنْ خَنْسَاءَ بِنْتِ خِذَامٍ اْلاَنْصَارِيَّةِ اَنَّ اَبَاهَا زَوَّجَهَا وَ هِيَ ثَيّبٌ فَكَرِهَتْ ذلِكَ. فَجَائَتْ رَسُوْلَ اللهِ ص فَذَكَرَتْ لَهُ فَرَدَّ نِكَاحَهَا. ابو داود 2: 233، رقم: 2101
Dari Khansa’ binti Khidzam Al-Anshariyah, bahwa ayahnya telah menikahkannya, padahal ia seorang janda, lalu ia tidak menyukai yang demikian itu, lalu ia datang kepada Rasulullah SAW dan melaporkan peristiwa itu, maka Rasulullah SAW membatalkan pernikahannya”. [HR. Abu Dawud juz 2, hal. 233, no. 2101].
Kami sangat ingin memanjakan anda dalam belajar, IQRO.NET sangat membutuhkan saran anda dalam mewujudkan hal itu, Salah satunya adalah kami ingin memberitahukan anda ketika kami update Artikel menggunakan RSS atau menggunakan email, silahkan.
Sengaja banyak catatan yang belum selesai, kami ingin tau seberapa perduli anda kepada ilmu, terutama masalah muamalah, biasanya akan terurai pada kolom komentar.
0 Response to "Orang Tua Juga Harus Minta Persetujuan Anak Wanitanya"
Post a Comment